Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rhoma Irama: Jangan Apriori Menilai Soeharto

Kompas.com - 28/05/2016, 07:19 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma Irama, menilai usulan pemberian gelar pahlawan bagi Presiden Kedua RI, Soeharto, perlu dikaji secara proporsional.

"Jadi, harus dilihat dengan kaca mata itu (yang proporsional). Bukan dengan apriori (asumsi)," ujar Rhoma, Jumat (27/5/2016).

Menurut Rhoma, pada diri setiap orang pasti melekat kebaikan serta keburukan. Begitu juga dengan sosok Soeharto.

"Orang yang baik itu bukan berarti orang yang punya ketidakbaikan, dan orang jahat bukan berarti tidak punya kebaikan," kata dia.

Penilaian terhadap diri seseorang, kata Rhoma, tergantung pada sudut pandang siapa yang melihat dan bagaimana melihatnya.

"Misalnya, pejuang nasional, bagi para penjajah itu tentu dianggap pengkhianat. Tapi bagi negara, itu adalah pahlawan," kata pria yang dijuluki Raja Dangdut itu.

Rhoma menyebut, sebagai presiden kedua RI, Soeharto cukup berhasil dalam bidang pembangunan. Bahkan, di saat itu Indonesia berhasil swasembada pangan.

"Dalam beberapa hal, memang beliau, dikatakanlah, sebagai bapak pembangunan. Dari zaman keterpurukan ekonomi pada masa Soekarno kita kan sebagai negara yang miskin. Di bawah pimpinan Soeharto, kita bangkit menjadi negara yang mandiri. Kita bisa swasembada pangan waktu itu, nah itu satu prestasi," kata Rhoma.

"Kemudian, tingkat keamanan masyarakat dalam kehidupan, terjadi di zaman Pak Soeharto. Pada bidang agama, juga terbangun," lanjut dia.

Sementara mengenai kekurangan Pak Harto, Rhoma menyebut, contohnya yakni korupsi. Maka, menurut Rhoma, faktor-faktor itulah yang harus dijadikan acuan bagi pemerintah jika ingin menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Sebelumnya, Munaslub Golkar mengusulkan agar Soeharto menjadi pahlawan nasional. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie menilai Soeharto layak mendapatkan gelar itu. DPP Golkar sendiri, lanjut dia, sudah pernah memberikan penghargaan Abdi Luhur kepada mantan Soeharto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPSK Terima 7.700 Permohonan Perlindungan Sepanjang 2023

LPSK Terima 7.700 Permohonan Perlindungan Sepanjang 2023

Nasional
Pemerintah Beberkan Progres Infrastruktur Pendukung PON XXI Aceh-Sumut

Pemerintah Beberkan Progres Infrastruktur Pendukung PON XXI Aceh-Sumut

Nasional
DPR Dianggap Hendak 'Setir' MK Lewat Revisi UU

DPR Dianggap Hendak "Setir" MK Lewat Revisi UU

Nasional
Diam-diam Revisi UU MK, DPR Dianggap 'Kucing-kucingan'

Diam-diam Revisi UU MK, DPR Dianggap "Kucing-kucingan"

Nasional
Pembangunan IKN Tahap I Hampir Rampung, Selanjutnya?

Pembangunan IKN Tahap I Hampir Rampung, Selanjutnya?

Nasional
Bersih-bersih Usai Kasus Hasbi Hasan, MA Bakal Rotasi dan Seleksi Ketat Asisten Hakim Agung

Bersih-bersih Usai Kasus Hasbi Hasan, MA Bakal Rotasi dan Seleksi Ketat Asisten Hakim Agung

Nasional
Disanksi Buntut Kebocoran Data DPT, Ketua KPU: Ya Sudah, Kita Terima

Disanksi Buntut Kebocoran Data DPT, Ketua KPU: Ya Sudah, Kita Terima

Nasional
Ketua dan Anggota KPU RI Dijatuhi Sanksi Peringatan oleh DKPP soal Kebocoran Data Pemilih pada 2023

Ketua dan Anggota KPU RI Dijatuhi Sanksi Peringatan oleh DKPP soal Kebocoran Data Pemilih pada 2023

Nasional
Bareskrim Akan Periksa Pejabat Pelaksana dan Peserta RUPSLB BSB di Kasus Pemalsuan Dokumen

Bareskrim Akan Periksa Pejabat Pelaksana dan Peserta RUPSLB BSB di Kasus Pemalsuan Dokumen

Nasional
Dugaan Korupsi Kelengkapan Rumdin, Sekjen DPR Mengaku Sudah Sampaikan Semuanya ke Penyidik

Dugaan Korupsi Kelengkapan Rumdin, Sekjen DPR Mengaku Sudah Sampaikan Semuanya ke Penyidik

Nasional
KPK Duga Eks Kepala Bea Cukai Makassar Terima Uang lewat 'Money Changer'

KPK Duga Eks Kepala Bea Cukai Makassar Terima Uang lewat "Money Changer"

Nasional
Bahas PKPU, Ketua KPU Sebut Satu TPS Pilkada 2024 Diisi Maksimal 600 Pemilih

Bahas PKPU, Ketua KPU Sebut Satu TPS Pilkada 2024 Diisi Maksimal 600 Pemilih

Nasional
Komisi II Gelar Rapat Bareng KPU, Bahas Dua Rancangan PKPU soal Pilkada

Komisi II Gelar Rapat Bareng KPU, Bahas Dua Rancangan PKPU soal Pilkada

Nasional
World Water Forum, 27 Tahun Perjalanan Menjawab Persoalan Air Dunia

World Water Forum, 27 Tahun Perjalanan Menjawab Persoalan Air Dunia

Nasional
Di Hadapan KPU-Pemerintah, Politisi PDI-P Usul 'Money Politics' Dilegalkan

Di Hadapan KPU-Pemerintah, Politisi PDI-P Usul "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com