Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Negara Bisa Hancur kalau Mafia Peradilan Dibiarkan

Kompas.com - 25/05/2016, 14:10 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai, dunia peradilan di Indonesia kian buruk. Hal itu terlihat dari banyaknya oknum peradilan yang terlibat kasus korupsi.

Terakhir, dua hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, yakni Janner Purba dan Toton ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Keadaan jadi semakin buruk, kemarin baru ada lagi hakim ditangkap, hakim Tipikor pula yang mengurusi korupsi. Di Semarang juga hakim Tipikor, Kartini, sebelumnya (ditangkap)," ujar Mahfud dalam diskusi bertajuk 'Mahkamah Agung dan Mafia Peradilan' di kantor MMD Initiative, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).

Mahfud juga menyebut, terpuruknya dunia peradilan karena adanya jaringan mafia peradilan yang merekayasa proses hukum.

"Mafia peradilan itu adalah kalau saya merumuskan ada satu komplotan untuk mewujudkan urusan peradilan yang melibatkan penegak hukum. Mafia itu bermain antara polisi, jaksa, hakim," ujar Mahfud.

"Misalnya, perkara diatur sedekimian rupa agar seseorang dihukum sekian tahun atau bebas, pengaturan perkara secara jahat," lanjut Mahfud.

Menurut Mahfud, hal ini tidak boleh dibiarkan, karena berdampak pada aspek lainnya. Misalnya, aspek ekonomi.

Buruknya peradilan akan membuat ragu para pengusaha untuk menginvestasikan hartanya di Indonesia.

Sitem peradilan yang buruk membuat seseorang berfikir bahwa tidak ada jaminan dari negara untuk memastikan keamanan dirinya, khususnya ketika terlibat perkara di pengadilan.

"Negara ini kalau begini terus, semua orang tak punya kepastian menjamin keamanan diri. Siapapun menjadi tidak aman, negara bisa jadi hancur kalau mafia (peradilan) dibiarkan," tutur dia.

Meskipun demikian, kata Mahfud, tidak semua hakim yang ada saat ini bermoral buruk dan terlibat dalam mafia peradilan.

"Kan paling tidak saat ini masih ada hakim MA yang tak punya indikasi keterlibatan dalam pengaturan perkara di luar profesinya. Maka perlu diimbangi, agar bicara, apa potensi yang bisa dilakukan agar kami tak terkesan hanya mengadili MA," kata Mahfud.

Janner dan Toton bukan hakim pertama yang diproses hukum karena menerima suap terkait perkara yang mereka tangani. (baca: Ini Kronologi Operasi Tangkap Tangan Hakim Tipikor di Bengkulu)

Seperti dikutip Kompas, pada 9 Juli 2015, KPK juga menangkap tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, yaitu Tripeni Irianto, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting.

Ketiganya lalu divonis masing-masing dua tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yaitu hukuman 4 tahun penjara untuk Tripeni serta 4,5 tahun penjara bagi Amir dan Dermawan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com