JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Soegih Interjaya (SI) Muhammad Syakir dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/5/2016).
Syakir didakwa memberikan suap kepada mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo.
Syakir didakwa memberikan Suroso uang sebesar 198.134 dollar AS.
"Menuntut agar Majelis menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama menyuap penyelenggara negara," ujar jaksa Irene Putrie, di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Syakir tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan korupsi.
Selain itu, dalam beberapa persidangan di bawah sumpah, Syakir selalu memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Perbuatan Syakir juga dianggap memberikan citra buruk dalam iklim bisnis investasi di Indonesia dan dunia internasional.
Dalam tuntutan tersebut, jaksa meminta agar barang bukti suap berupa uang sebesar 198.134 dollar AS, yang disimpan pada UOB Bank Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo, disita dan dirampas untuk negara.
Syakir didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ada pun, uang diberikan agar Suroso menyetujui perusahaan OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia atau pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina periode Desember 2004 dan 2005.
Pada tahun 1982, PT SI ditunjuk oleh Octel atau Innospec menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia.
TEL merupakan bahan aditif agar mesin tidak berbunyi dan meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar.
Namun, penggunaannya memiliki tingkat racun yang tinggi sehingga menimbulkan gas berbahaya bagi kesehatan.
Kemudian, pada tahun 2003, Octel dan PT Pertamina meneken nota kesepahaman yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan dalam pada 2003 hingga September 2004.
Saat itu, mereka sepakat dengan harga 9.975 dollar AS per metrik ton.
Dalam waktu yang bersamaan, Pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar di dalam negeri.
Program tersebut dianggap menghambat kelancaran kerja sama Innospec dan Pertamina untuk terus menyalurkan TEL ke Indonesia.
Oleh karena itu, Direktur PT SI lainnya Willy Sebastian Liem mencari strategi untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia.
Strategi tersebut berupa mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif.
Hal tersebut diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk para pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok Plutocen kepada PT Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.