Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjarahan di Glodok Sengaja Diciptakan Jelang Runtuhnya Orde Baru

Kompas.com - 21/05/2016, 22:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

Tahap dua adalah tahap pengerusakan. Massa melakukan pelemparan batu yang diarahkan di gedung-gedung. Setelah itu, memasuki tahap ketiga, massa mulai melakukan penjarahan.

"Semua barang yang ada di dalam gedung habis dijarah. Saya dulu punya teman. Dia punya toko kain di daerah Glodok. Saat itu tokonya habis dijarah tidak ada yang tersisa. Akibatnya banyak warga yang mengalami kebangkrutan," kata Yunita.

Setelah dijarah, kata yunita, gedung pertokoan Glodok kemudian dibakar. Dalam tahap keempat ini, seluruh toko atau gedung yang berada di sekitar kawasan Glodok sengaja dibakar oleh sekelompok massa tidak dikenal.

Aksi pembakaran juga meluas hingga ke luar kawasan Glodok seperti Petak Sembilan dan Asemka.

"Tidak hanya pertokoan dan gedung, rumah warga pun menjadi sasaran, namun tidak banyak yang terkena," tutur Yunita.

Pemerkosaan

TGPF juga menemukan peristiwa kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan terhadap sejumlah perempuan yang kebanyakan berasal dari etnis Tionghoa saat kerusuhan terjadi.

Berdasarkan fakta yang ditemukan dan info dari saksi, tindakan kekerasan seksual terjadi secara spontan di berbagai tempat dalam waktu hampir bersamaan, termasuk kawasan Glodok.

Yunita mengatakan, setidaknya ada 85 kasus kekerasan seksual di Jakarta, Medan dan Surabaya.

"Lokasi pemerkosaan perempuan keturunan Tionghoa memang masih dipertanyakan. Namun dari laporan Tim Gabungan Pencari Fakta kasus kerusuhan Mei 1998, ada kasus pemerkosaan. Korbannya mayoritas perempuan Tionghoa," ujar Yunita.

Yunita menjelaskan, dari 85 kasus, sebanyak 52 kasus diantarnya adalah pemerkosaan secara beramai-ramai. Sisanya, 14 kasus pemerkosaan dengan penganiayaan, 10 kasus penganiayaan seksual dan 9 pelecehan seksual.

Dari 52 kasus pemerkosaan beramai-ramai tersebut, kata Yunita, hanya 3 kasus yang didapat dari pengakuan korban secara langsung. Sedangkan kasus lainnya diketahui dari keterangan dokter, rohaniawan dan pihak keluarga.

"Sangat sulit untuk mencari korban yang saat itu mengalami pemerkosaan dan mau mengaku. TGPF menjadi sangat sulit untuk melakukan pendataan kasus pemerkosaan saat kerusuhan 13-14 Mei 1998," kata dia.

Sayangnya, menurut Yuni, kasus pemerkosaan tidak bisa diproses apabila tidak ada laporan yang berasal dari korban. Padahal, dalam setiap kasus pemerkosaan, korban cenderung tidak mau melapor karena merasa takut atau malu.

Dengan demikian, kata Yunita, ada indikasi jumlah kasus pemerkosaan saat terjadi peristiwa kerusuhan 13-14 Mei 1998 lebih banyak dari data yang dikumpulkan TGPF.

"Sayangnya hukum di Indonesia, kasus pemerkosaan tidak bisa diproses karena mengharuskan adanya laporan dari korban. Padahal, biasanya korban tidak mau melapor karena takut atau merasa malu. Jadi, banyak kasus yang tidak terungkap," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Nasional
2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

Nasional
Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Nasional
Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Nasional
Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Nasional
TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

Nasional
UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

Nasional
Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Nasional
KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com