Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Munaslub Golkar, Celah Politik Uang, dan Aturan yang Tak Tegas

Kompas.com - 11/05/2016, 09:17 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan yang disiapkan panitia penyelenggara Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar dianggap masih menyisakan celah terjadinya lobi politik dan politik uang.

Aturan itu tidak mengikat semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan Munaslub.

Pada Selasa (10/5/2016) kemarin, seorang bakal calon ketua umum Partai Golkar ditangkap dalam operasi yang dilakukan Komite Etik.

Bakal calon itu kedapatan bertemu dengan pimpinan DPD I Partai Golkar Kalimantan Barat di Hotel Grand Melia, Jakarta, antara pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB.

(Baca: Timses Novanto: Yang Penting Dukungan Daerah, Bukan Tommy Soeharto)

Namun, identitas bakal calon itu masih dirahasiakan.

"Kami sudah beritahukan, bahwa sejak 7 Mei tidak boleh ada lagi pertemuan-pertemuan di luar. Minum kopi pun tidak boleh," kata Wakil Ketua Komite Etik Lawrence Siburian saat dihubungi, Selasa (10/5/2016).

Ia mengatakan, Komite Etik hingga kini masih mendalami apakah ada praktik politik uang di dalam pertemuan itu atau tidak.

Jika ada, maka bakal calon itu akan langsung didiskualifikasi.

Akan tetapi, jika tidak didapati praktik politik uang, maka bakal calon tersebut dapat dijatuhi sanksi ringan atau sedang.

Keputusan terkait sanksi itu akan diputuskan dalam sidang Mahkamah Etik yang akan dilangsungkan di Bali, paling lambat pada 14 Mei mendatang.

(Baca: Ade Komarudin dan Setya Novanto Dilaporkan ke Komite Etik Munaslub)

"Mahkamah Etik ini terdiri atas tiga orang yang berasal dari anggota Komite Etik," ujarnya.

Sementara itu, Komite Etik juga memantau adanya pertemuan antara tim sukses Setya Novanto dengan pimpinan DPD I Golkar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin (9/5/2016) malam.

Namun, Lawrence mengaku, tak bisa menangkap tim sukses tersebut karena Novanto tak menghadiri pertemuan itu.

Aturan tidak tegas

Adanya perbedaan sikap Komite Etik antara kasus pertemuan tim sukses Novanto dengan bakal calon ketua umum yang ditangkap di Hotel Grand Melia, tidak terlepas dari peraturan yang dibuat Steering Committee (SC).

Lawrence mengakui, aturan yang dibuat SC hanya mengikat bakal calon ketua umum, peserta Munaslub yang terdiri atas pimpinan DPD I dan II, serta panitia penyelenggara Munaslub.

"Kalau tim sukses tidak diatur. Dia boleh melobi siapa, ajak siapa, dia boleh," kata Lawrence.

Pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sudjito mengatakan, aturan yang dibuat hanya bersifat simbolik.

Mereka ingin mengesankan kepada publik bahwa aturan yang telah dibuat meminimalisir praktik politik transaksional.

Selain itu, SC Munaslub seakan masih memberikan lampu hijau kepada bakal calon ketua umum untuk melakukan perbuatan haram itu.

"Belum ada jaminan bahwa aturan yang ada akan diikuti oleh komitmen politik untuk menghindari terjadinya politik uang," kata Arie, kepada Kompas.com, Rabu (11/5/2016).

Arie menambahkan, dengan tidak diaturnya ketentuan yang mengikat tim sukses, maka SC Munaslub telah berkontribusi untuk melegalkan praktik transaksional itu.

"Karena itu, agak pesimis melihat adanya perubahan mendasar di Golkar. Karena persoalan dasar mereka adalah kedisiplinan," ujar dia.

Kompas TV Caketum Golkar Tunggu "Restu" Pemerintah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Eks Gubernur Babel: Kekayaan Alam dari Timah Berbanding Terbalik dengan Kesejahteraan Masyarakat

Eks Gubernur Babel: Kekayaan Alam dari Timah Berbanding Terbalik dengan Kesejahteraan Masyarakat

Nasional
Ditemani Menko Airlangga, Sekjen OECD Temui Prabowo di Kemenhan

Ditemani Menko Airlangga, Sekjen OECD Temui Prabowo di Kemenhan

Nasional
Megawati Diminta Lanjut Jadi Ketum PDI-P, Pengamat: Pilihan Rasional

Megawati Diminta Lanjut Jadi Ketum PDI-P, Pengamat: Pilihan Rasional

Nasional
Tarif Cukai Rokok Tinggi, Anggota DPR Usulkan Ada Klasifikasi untuk Produk UMKM

Tarif Cukai Rokok Tinggi, Anggota DPR Usulkan Ada Klasifikasi untuk Produk UMKM

Nasional
Megawati Diminta Lanjutkan Jadi Ketum, PDI-P Dianggap Butuh Figur Teruji

Megawati Diminta Lanjutkan Jadi Ketum, PDI-P Dianggap Butuh Figur Teruji

Nasional
Usia Pensiun Perwira Jadi 60 Tahun dalam Draf Revisi UU TNI , Puspen: Sudah lewat Analisis

Usia Pensiun Perwira Jadi 60 Tahun dalam Draf Revisi UU TNI , Puspen: Sudah lewat Analisis

Nasional
Kuota Haji Ditambah, Cak Imin: Gunakan dengan Sungguh-sungguh, agar Tak Timbulkan Kecemburuan

Kuota Haji Ditambah, Cak Imin: Gunakan dengan Sungguh-sungguh, agar Tak Timbulkan Kecemburuan

Nasional
Bantu Turunkan Risiko Stunting di Maluku Utara, Antam Luncurkan Program Antam G-Best

Bantu Turunkan Risiko Stunting di Maluku Utara, Antam Luncurkan Program Antam G-Best

Nasional
World Water Forum 2024 Hasilkan Deklarasi Menteri, Menteri Basuki Paparkan 3 Poin Utama

World Water Forum 2024 Hasilkan Deklarasi Menteri, Menteri Basuki Paparkan 3 Poin Utama

Nasional
DKPP Akan Panggil Sopir Ketua KPU soal Kasus Dugaan Asusila terhadap Anggota PPLN

DKPP Akan Panggil Sopir Ketua KPU soal Kasus Dugaan Asusila terhadap Anggota PPLN

Nasional
Menlu Desak Eropa Hentikan Konflik Palestina-Israel Lewat Solusi Dua Negara

Menlu Desak Eropa Hentikan Konflik Palestina-Israel Lewat Solusi Dua Negara

Nasional
Puspen Sebut Revisi UU Akan Sempurnakan TNI

Puspen Sebut Revisi UU Akan Sempurnakan TNI

Nasional
Jokowi Sebut Australia, Belanda, Jepang Dukung Indonesia Gabung OECD

Jokowi Sebut Australia, Belanda, Jepang Dukung Indonesia Gabung OECD

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Asisten Pribadi Sandra Dewi

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Asisten Pribadi Sandra Dewi

Nasional
PP Tapera, Potongan Penghasilan 3 Persen Berakhir Saat Pekerja Pensiun

PP Tapera, Potongan Penghasilan 3 Persen Berakhir Saat Pekerja Pensiun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com