JAKARTA, KOMPAS.com — Sebanyak delapan bakal calon ketua umum Partai Golkar akan bertarung dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa yang digelar di Bali pada 15-17 Mei mendatang.
Mereka yang mencalonkan diri dianggap sebagai figur terbaik yang dimiliki Golkar.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai, Golkar membutuhkan figur yang cerdas, jujur, bersih, dan diterima semua kalangan.
Sosok seperti ini, menurut dia, bisa membawa partai tersebut kembali meraih kejayaannya.
Munaslub dianggapnya pertarungan antara figur-figur yang kuat secara finansial dan figur-figur yang cenderung bercitra bersih.
Keduanya memiliki kelebihan tersendiri.
Selain itu, delapan kandidat tersebut merupakan kombinasi generasi menengah dan muda.
Namun, Hendri memprediksi bahwa pertarungan akan mengerucut di antara tiga calon, yaitu Setya Novanto, Airlangga Hartarto, dan Ade Komarudin.
"Setnov mewakili generasi tengah dan senior, sementara Airlangga mewakili generasi muda di Golkar," kata Hendri saat dihubungi, Senin (9/5/2016).
Sementara Ade Komarudin alias Akom, kata Hendri, justru akan menjadi underdog dalam pertarungan ini.
Di antara ketiga nama itu, ia menilai, Novanto dan Airlangga memiliki kemampuan finansial yang kuat.
Meski memiliki dukungan kuat dari daerah, Akom tak kuat secara finansial.
Menurut Hendri, jika yang terpilih adalah kandidat yang kuat secara finansial, maka setidaknya selama tiga tahun ke depan Golkar tak akan mengalami kesulitan pendanaan operasional partai.
Ia mencontohkan, seandainya Novanto yang terpilih, maka ia memiliki pekerjaan rumah untuk menjaga citra partainya agar tetap bersih.
Hal ini akan menjadi tantangan bagi Novanto yang dikaitkan dengan kasus "papa minta saham".
Adapun figur lainnya yang kuat secara finansial dan berpotensi terpilih adalah Airlangga.
Akan tetapi, sosok muda ini belum tentu dapat diterima oleh semua kader partai.
"Belum tentu bisa diterima oleh kaum tengah dan senior karena masih dianggap muda. Ada juga beberapa kendala dari segi pengalaman dan lainnya," tutur Hendri.
Peluang Airlangga dinilainya menipis jika menilik sejarah Golkar, yaitu yang terpilih adalah figur yang pernah atau sedang memegang jabatan penting di pemerintahan.
Sementara jika Akom yang terpilih, citra Golkar bisa saja membaik, seperti pada masa kepemimpinan Akbar Tandjung atau Jusuf Kalla.
Namun, secara finansial Akom dianggap kurang kuat.
"Sekarang semua tergantung dari Golkar. Kalau Golkar pragmatis, dia pilih caketum yang berfinansial kuat boleh saja, tapi pencitraannya tidak bagus," ujar Hendri.
"Tapi kalau memang ingin Golkar besar, seharusnya mereka pilih orang yang lebih bersih dan jujur," kata Juru Bicara Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.