Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iqrak Sulhin
Dosen Kriminologi UI

Dosen Tetap Departemen Kriminologi UI, untuk subjek Penologi, Kriminologi Teoritis, dan Kebijakan Kriminal.

Kekerasan dan Kultur Patriarki

Kompas.com - 05/05/2016, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap ‘Y’ (14) sangat mengejutkan publik. Selain karena korban adalah seorang anak perempuan, pelaku yang berjumlah 14 orang umumnya juga berusia anak.

Status sejumlah pelaku sebagai anak membuat persoalan ini semakin rumit. Muncul tuntutan agar para pelaku dijatuhi hukuman yang berat, bahkan sampai mewacanakan hukuman seumur hidup hingga hukuman mati.

Ada apa dengan masyarakat kita sehingga kejahatan kekerasan seksual seperti ini terjadi?

Secara teoritik tentu banyak penjelasan mengenai mengapa seseorang melakukan kekerasan terhadap orang lain.

Hanya saja, mengurai mengapa sekelompok orang melakukan perkosaan hingga pembunuhan terhadap anak perempuan, kiranya penjelasan konvensional sudah tidak memadai.

Diakui atau tidak, selain adanya kemungkinan faktor psikologis dalam diri pelaku, secara sosial kekerasan juga berkaitan dengan kondisi seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial.

Putus sekolah, tidak mempunyai pekerjaan, atau kemiskinan, membuat seseorang atau sekelompok orang memiliki pilihan terbatas dalam memenuhi kehidupannya.

Kegagalan sosial ini memberikan tekanan struktural tertentu pada individu. Tekanan ini dapat menjadi bahan bakar bagi terjadinya kejahatan kekerasan.

Pemicu bisa apa saja, seperti salah paham, atau adanya faktor kontributif lainnya seperti pelanggaran konsumsi alkohol secara tidak bertanggung jawab, atau konsumsi terhadap apa yang dianggap sebagai pornografi.

Namun, apa yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, tidak akan seumum itu penjelasannya. Kondisi sosial yang melatarbelakangi kejahatan tidak hanya dalam arti materialis namun juga bersifat simbolis.

Terdapat faktor lain yang lebih dalam mengakar karena dibentuk sendiri oleh masyarakat melalui praktek-praktek yang dianggap biasa atau normal.

Faktor yang dimaksud adalah pandangan terhadap perempuan atau secara konseptual dirumuskan sebagai bias gender.

Di dalam pandangan feminisme radikal, kejahatan adalah sesuatu yang berakar dan bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya patriarki. Sebuah budaya yang menganggap laki-laki lebih utama sementara perempuan berada pada posisi subordinat.

Perempuan, dan juga anak di dalam keluarga, dilihat sebagai properti bagi laki-laki, tidak ubahnya kepemilikan terhadap harta benda.

Oleh karenanya, di dalam masyarakat perempuan tidak memiliki peran yang bersifat publik. Ranah perempuan hanya privat, domestik, atau hanya di dalam rumah tangga.

Berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak lepas dari akar ini. Bahkan sampai berimbas pada bagaimana kekerasan tersebut diselesaikan, termasuk pada saat kasus masuk ke dalam proses peradilan pidana.

Budaya patriarki memberi legitimasi pada tindakan kekerasan yang dilakukan laki-laki. Inilah mengapa dalam pandangan feminis radikal, kejahatan adalah milik laki-laki dan bukan milik perempuan.

Adapun perkosaan adalah bentuk ekspresi tertinggi dari subordinasi perempuan, karena perkosaan merupakan perilaku agresi yang di dalamnya perempuan sebagai korban diabaikan determinasi dirinya sendiri (Griffin, 1979).

Susan Brownmiller, dalam bukunya Against Our Will: Men Women and Rape tahun 1975, mengatakan; dari masa prasejarah hingga sekarang, saya mempercayai, perkosaan telah memainkan fungsi yang kritikal.

Ilustrasi pelecehan seksual
Ini tidak lebih dari proses intimidasi secara sadar, yang melaluinya semua laki-laki membuat semua perempuan dalam keadaan ketakutan.

Menurut Brownmiller, laki-laki terlahir menjadi yang dominan secara seksual dan perbedaan biologis  menjadi penyebab langsung kejahatan yang dilakukannya.

Cara pandang seperti ini tidak hanya menjelaskan mengapa perempuan mengalami kekerasan seksual, namun juga mengapa perempuan dibunuh.

Ketimpangan gender membuat perempuan lebih rentan menjadi korban kejahatan. Pada saat perempuan secara nyata menjadi korban kejahatan, maka kejahatan tersebut semakin mempertegas ketimpangan kekuasaan gender antara laki-laki dan perempuan.

Demikian analisis Brownmiller mengenai relasi antara gender power disparity dan female victimization. Relasi antara kekerasan dan ketimpangan kekuasaan gender berbentuk spiral yang semakin membesar.

Kejahatan kekerasan dengan kata lain menegaskan bahwa perempuan tidak memiliki kuasa yang efektif. Pertanyaannya, bagaimana mengenali budaya patriarki itu? Bagaimana budaya patriarki bersifat kriminogenik?

Disadari atau tidak, di dalam masyarakat terkadang terdapat praktek-praktek yang justru mempertahankan ketimpangan gender.

Agen-agen yang memelihara praktek tersebut tidak mesti seseorang atau kelompok yang nyata-nyata telah memilih masuk ke dalam dunia kriminal, yang setiap hari mencopet, mencuri atau merampok dari korban perempuan. Namun termasuk agen-agen sosialisasi di dalam masyarakat, sekolah, bahkan keluarga.

Bagi agen aktif yang kriminal karir, memilih perempuan sebagai korban kejahatan jalanan adalah sebuah proses konstitutif yang secara tidak disadari telah memelihara perempuan dalam lingkar viktimisasi.

Perempuan dikonstruksi sebagai salah satu korban ideal. Inilah mengapa, dalam pandangan realis, perempuan adalah subjek yang paling rentang menjadi korban kejahatan, selain anak-anak dan orang lanjut usia.

Dampak akhir dari hal ini adalah semakin dalamnya perempuan berada dalam the state of fear, yang mungkin menurunkan kapabilitas ekonomis perempuan.

KOMPAS Ilustrasi
Perempuan kemudian dibuat sangat bergantung pada pemilik kuasa lain yang lebih efektif, dalam hal ini laki-laki, baik sebagai individu maupun yang direpresentasikan oleh negara. Perempuan hanya akan aman bila mendapatkan perlindungan laki-laki.

Sebagai contoh, adanya gerbong communter line khusus untuk perempuan, meskipun sangat beralasan dalam pandangan pencegahan kejahatan situasional, namun secara simbolis menegaskan bahwa perempuan subordinat.

Media massa adalah salah satu contoh agen konstitutif yang secara tidak sadar turut memelihara ketimpangan kekuasaan gender.

Iklan yang mungkin dianggap deskripsi keseharian masyarakat, sehingga dianggap biasa atau ‘normal’ justru mengamplifikasi struktur patriarkis.

Sebuah iklan detergen yang memiliki ‘tagline’ wah, mama terlihat cantik kalau mencuci, mungkin dianggap lucu karena demikianlah penggambaran peran perempuan di mata masyarakat. Tapi pertanyaannya, mengapa bukan wah, papa terlihat ganteng kalau mencuci?

Dalam pandangan feminis liberal, faktor sosialisasi adalah penyebab utama terjadinya proses konstitutif ini. Budaya mengajarkan bahwa perempuan memasak dan laki-laki bekerja di luar rumah. Sosialisasi seperti ini bahkan terjadi di tingkat keluarga.

Mungkin ada yang berpandangan cara berfikir ini naif. Mereka berpendapat bahwa perkosaan justru disebabkan oleh provokasi korban, seperti menggunakan pakaian yang “minim” atau berjalan sendirian, terutama di tempat sepi atau malam hari.

Cara pandang seperti ini justru memiliki cacat epistemologis, dengan melupakan aspek kekuasaan dalam sebuah definisi situasi, yaitu kuasa wacana patriarkis dalam kesadaran individu.

Kapitalisme turut pula menyumbang pengaruh pada amplifikasi budaya patriarki. Perempuan masuk dalam proses komodifikasi. Baik perempuan sebagai tenaga kerja murah, maupun perempuan sebagai bagian dari ‘etalase barang/jasa’.

Karenanya, tidak mengherankan bila perempuan kemudian “harus” ditempelkan pada produk mobil atau motor dalam sebuah pameran. Pertanyaan esensialnya, apa fungsinya?

Kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap ‘Y’ harus disikapi serius oleh pemerintah. Penyebabnya telah jauh melampaui faktor tekanan struktural atau adanya peran faktor situasional.

Dibutuhkan upaya perubahan yang menyentuh cara pandang masyarakat tentang laki-laki dan perempuan.

Pada sisi penegakan hukum, sensitifitas sangat diperlukan. Sangat mungkin adanya kasus pelecehan atau kekerasan terhadap perempuan lainnya yang tidak diketahui karena dibawa ke ranah privat dan diselesaikan secara “damai”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com