Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Perlu Perbaiki Sistem Penyiaran Publik

Kompas.com - 03/05/2016, 21:30 WIB

HELSINKI, KOMPAS.com - Pengamat media, Ade Armando, mengatakan, Indonesia perlu terus meningkatkan sistem pengelolaan penyiaran publik yang sekarang ini ada. Langkah ini perlu ditempuh, salah satunya guna memperkuat kualitas dan kuantitas konten penyiaran, misalnya dengan membuat laporan mendalam, yang mengutamakan kepentingan publik.

Ade yang ditemui di sela-sela acara World Press Freedom Day atau Hari Kebebasan Pers Dunia 2016 di Helsinki, Finlandia, Selasa (3/5/2016) siang waktu setempat, menyebut sistem pengelolaan lembaga penyiaran publik di Eropa bisa menjadi contoh yang bagus.

Menurut dia, keberadaan lembaga penyiaran publik di Eropa, terutama Eropa bagian barat, tidak untuk mencari keutungan.

"Iya itu (laporan mendalam) bisa dilakukan karena Eropa punya sistem public broadcasting yang bagus, terutama di Eropa barat. Memang tujuannya bukan mencari uang kerena bisa didanai negara. Sehingga, mereka bisa mudah membuat laporan-laporan mendalam itu," ujar Ade Armando setelah menjadi pembicara salah satu sesi World Press Freedom Day 2016.

Di dalam sesi diskusi "Impact of the Refugee Crisis on Public Service Media Values", para pembicara yang mayoritas dari Eropa barat berbicara bagaimana bisa melaporkan berita-berita mendalam.

Mereka menyatakan pemberitaan yang ada di negara masing-masing masih sering menimbulkan kontroversi dibandingkan berita kompeherensif.

Berbeda dengan Indonesia, kebanyakan negara-negara Eropa sudah mampu mengelola media penyiaran di sana dengan sangat baik dengan mengutamakan kepentingan pubik. "Buat saya, pembicaraan seperti ini sulit kita bayangkan terjadi di Indonesia karena commercial station pasti tidak mau menjalankan apa yang dibicarakan di sini," katanya.

Baginya, Indonesia memiliki pers yang bebas, namun sayangnya kebebasan itu berorientasi komersial. Media cetak seperti surat kabar masih memungkinkan untuk menjadi media non-komersial.

Akan tetapi, televisi mayoritas berlomba-lomba untuk mendapatkan rating tinggi. "Jadi mereka enggak akan mau atau enggak mungkin diharapkan membuat pelaporan-pelaporan yang seperti kita bicarakan, karena itu harapannya ada di public broadcasting," katanya.

(Annisa Meidiana, mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara, melaporkan dari Helsinki untuk Kompas.com)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com