JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menekankan bahwa tidak ada satu pun dari 10 warga negara Indonesia yang berada di sekitar lokasi eksekusi seorang warga negara Kanada oleh kelompok Abu Sayyaf.
Arrmanatha menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia masih terus menjalin komunikasi dengan pihak Pemerintah Filipina. Dalam komunikasi tersebut, Filipina menginformasikan bahwa saat eksekusi, tidak ada WNI yang terlihat di sekitar lokasi.
Arrmanatha juga menuturkan bahwa tempat penyanderaan 10 WNI selalu berpindah-pindah, dan Kementerian Luar Negeri selalu memberikan informasi melalui sambungan telepon ataupun teks secara berkala.
"Kejadian eksekusi minggu lalu terkait operasi militer sebelumnya, Menlu sudah diberi tahu oleh Filipina. Sandera Indonesia tidak ada di sekitar itu," ujar Arrmanatha saat memberikan keterangan di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016).
(Baca: Kemlu: Kelompok Abu Sayyaf Tak Beri Batas Waktu Bayar Tebusan)
Lebih jauh, Arrmanatha menuturkan, komunikasi antara Pemerintah Indonesia dan Filipina berjalan cukup baik.
Hampir setiap hari, kata Arrmanatha, Menlu Retno selalu menerima kabar terbaru mengenai perkembangan dan kondisi 10 WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf.
"Kami masih terus berkomunikasi soal sandera Filipina. Selama ini, komunikasi terjalin dengan baik. Prioritas utama masih soal keselamatan 10 sandera. Kami selalu diberi tahu langkah-langkah yang akan diambil oleh Filipina," ujar dia.
(Baca: Jokowi Tegaskan Tidak Akan Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf)
Sebelumnya diberitakan, kelompok militan Abu Sayyaf memenggal seorang pengusaha Kanada yang mereka sandera setelah batas waktu pembayaran uang tebusan terlampaui.
John Risdel (68), seorang konsultan pertambangan, tinggal di Filipina dan diculik bersama tiga orang lainnya di Mindanao pada September tahun lalu.
Sebuah kepala manusia ditemukan di sebuah pulau terpencil beberapa jam setelah tenggat waktu pembayaran yang ditetapkan Abu Sayyaf terlampaui. Namun, militer Filipina belum memastikan apakah kepala yang ditemukan itu adalah milik Risdel atau sandera lainnya.
Abu Sayyaf, yang kini menyatakan kesetiaan terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), menetapkan batas waktu pembayaran uang tebusan pada Senin pukul 15.00.
(Baca: Tujuh Bulan Disandera, Warga Kanada Akhirnya Dipenggal Abu Sayyaf)
Kelompok ini meminta tebusan sebesar 4,5 juta poundsterling atau Rp 86 miliar untuk kebebasan Risdel dan dua sandera Barat lainnya, Robert Hall (50), yang juga warga Kanada, dan Kjartan Sekkingstad (56), warga Norwegia.