Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/04/2016, 10:01 WIB
Reza Pahlevi

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini berita pelajar sekolah dasar tewas setelah menabrak mobil di Kabupatan Bogor, Jawa Barat, menjadi sorotan pemberitaan. Sebelumnya, di Lampung, kematian remaja dalam kecelakaan lalu lintas juga jadi berita ramai. Dua peristiwa itu sama-sama melibatkan “cengtri”. Apa itu?

“Cengtri” adalah bahasa prokem untuk menyebut tiga orang berboncengan menggunakan satu sepeda motor. Kecelakaan di Bogor terjadi pada Rabu (30/3/2016), dengan tiga anak SD berboncengan di satu sepeda motor menabrak mobil yang sudah memberi lampu tanda belok.

Adapun kecelakaan di Lampung terjadi pada Rabu (13/5/2015). Lagi-lagi, tiga remaja yang berboncengan menggunakan satu sepeda motor berusaha mendahului truk pengangkut besi, tetapi entah kenapa justru menabrak truk itu.

Menurut data Korps Lalu Lintas (Korlantas) pada periode Januari hingga Juli 2015 ada 45.844 kecelakaan kendaraan bermotor. Dari semua kecelakaan itu, 11.076 orang tewas, 11.203 luka berat, dan 51.267 luka ringan.

Fenomena “cengtri” terselip di sana-sini. Bicara peraturan perundangan, “cengtri” jelas tidak diizinkan.

"Motor itu hanya cukup dua orang dan barang bawaan (atau beban) juga tidak bisa berlebihan," ujar Direktur Lalu-lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa seperti dikutip oleh Kompas.com, Kamis (4/8/2011).

Bahkan, "cengtri" bisa terkena pidana. Merujuk Pasal 292 jo Pasal 106 ayat 9 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, "cengtri" masuk tindakan pidana dengan ancaman penjara maksimal satu bulan atau denda Rp 250.000.

Peran orang tua

Pelanggaran penggunaan sepeda motor terutama oleh kalangan remaja, setidaknya didukung antara lain oleh faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan remaja itu sendiri. Peran orang tualah yang seharusnya paling vital.

Sebaliknya, pelanggaran justru kerap terjadi dari kelonggaran di rumah. Misalnya, orang tua membiarkan bahkan menyuruh anak mengendarai kendaraan bermotor sebelum usianya memenuhi persyaratan memiliki surat izin mengemudi.

Keprihatinan soal perilaku buruk berlalu lintas bahkan telah menjadi sorotan Presiden Federasi Otomobil Internasional (FIA) Jean Todt. ”Keselamatan di jalan raya dimulai dari kewaspadaan diri sendiri," ujar Todt, seperti dikutip harian Kompas, Jumat (26/2/2016).

Terlebih lagi, pelanggaran peraturan lalu lintas—termasuk "cengtri"—bisa menggugurkan penjaminan asuransi ketika kecelakaan terjadi. Gugurnya penjaminan itu diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan UU 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas.

Merujuk kedua UU itu, Jasa Raharja—sebagai perusahaan negara yang mengelola asuransi untuk kecelakaan lalu lintas—tidak akan menanggung asuransi kecelakaan akibat kelalaian sendiri atau kecelakaan tunggal. Asuransi kecelakaan tersebut hanya menanggung kecelakaan karena tabrakan antar-kendaraan.

Berdasarkan kedua peraturan perundangan tersebut, korban kecelakaan lalu lintas, baik di darat, laut, maupun udara, dapat menerima sejumlah dana penjaminan Jasa Raharja bila terjadi kecelakaan dalam perjalanan. 

Rinciannya, korban meninggal dunia akibat kecelakaan di darat dan laut mendapat santunan Rp 25 juta, sedangkan dari kecelakaan udara Rp 50 juta. Adapun untuk korban luka, ada penjaminan Rp 10 juta untuk kecelakaan di darat dan laut, serta Rp 25 juta untuk kecelakaan udara.

Nah, jangan sampai gara-gara seru-seruan “cengtri” malah kecelakaan, sudah begitu tak mendapat penjaminan asuransi pula.  Ingat, keluarga menunggu di rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com