JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar akhir September 1965, Suparno bersama 1.056 rekan sesama tentara dari batalyon Madiun berangkat ke Jakarta untuk menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun Angkatan Bersenjata.
Sesampainya di Jakarta, Suparno ditempatkan di markas tentara di daerah Kebon Jeruk. Sebagian dari rekannya ditempatkan di asrama.
Tanggal 30 September 1965, batalyon dari Madiun tersebut diberi perintah untuk siaga di lapangan Monumen Nasional.
Suparno mengaku tidak tahu pasti kenapa diberi perintah seperti itu. Mereka hanya duduk santai sambil menunggu perintah. Kemudian tersiar kabar dari Radio Republik Indonesia mengenai peristiwa penculikan beberapa jenderal oleh pasukan tak dikenal.
Suparno dan rekannya masih berada di Monas dan tidak memberikan respons apa-apa. Sekitar pukul 11.00 WIB, Suparno mendapat perintah evakuasi ke markas Komando Strategi Angkatan Darat.
"Antara pukul 11-1 siang ada perintah kami dievakuasi ke markas Kostrad. Kami bersenjata lengkap. Anehnya, perintah itu kan upacara hari ulang tahun, tapi kenapa kami harus di posisi garis depan. Berarti kami harus siaga satu siap tempur. Itu anehnya. Perintah itu dari Pangkostrad, yang diterima batalyon saya, Kapten Sukardi," ujar Suparno saat ditemui di sela acara "Simposium Membedah Tragedi 1965" di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Sampai di aula Kostrad, mereka ditemui oleh Basuki Rahmat dan Soeharto dengan membawa tongkat komando.
(Baca: Asvi Warman: Presiden Harus Minta Maaf atas Kasus Pasca-1965)
Menurut penuturan Suparno, Basuki Rahmat hanya memberikan amanat, "Anak-anakku sekalian, kalian tidak salah. Kalian tidak tahu apa-apa."
Tanggal 1 Desember 1965, Suparno mendapat cuti dan pulang ke Madiun. Keesokan harinya, Suparno tiba di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena persediaan beras sudah mulai menipis, Suparno memutuskan untuk memgambil jatah beras di markas batalyon.
Namun, sepulangnya dari sana, Suparno dicegat dan ditodong senjata laras panjang oleh beberapa tentara. Mereka memaksa Suparno untuk ikut dengan mereka. Suparno menurut dan satu regu tentara itu membawanya ke markas Denpom Madiun.
"Saya ikuti, naik ke jip. Lalu saya dibelokkan ke Denpom CPM polisi militer. Setelah diturunkan, lalu ditinggal begitu saja. Saya menunggu panggilan dari dalam, dari CPM itu," tutur Suparno.
Kira-kira pukul 12.00, Suparno diperiksa. Pistol, pisau, baret, dan baju seragam Suparno dilucuti. Ia diperiksa hingga pukul 19.00 WIB.
Dalam pemeriksaan itu, dia ditanya mengenai keadaan Jakarta dan diberi 25 poin pertanyaan. Pada poin ke 25, kata Suparno, berisi tuduhan yang mengatakan bahwa dirinya berniat menyerang seorang perwira Angkatan Darat berpangkat letnan satu dengan maksud untuk menggantikan posisinya.
(Baca: Todung: Pemerintah Jokowi Harus Berani Buka Kebenaran Peristiwa 1965)