JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute Hendardi menilai target penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang ditentukan pemerintah akan rampung 2 Mei 2016 mendatang sangat ambisius.
Ia pun meragukan target yang dikebut itu dapat diterima oleh pihak keluarga korban.
"Itu target yang sangat ambisius. Kalau semacam penyelesaian simbolik mungkin saja," ujar Hendardi di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden, Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2016).
Pagi tadi, Setara Institute bersama keluarga korban kasus HAM berat menyambangi Gedung Wantimpres untuk membicarakan penyelesaian kasus tersebut.
Pihaknya mengusulkan agar presiden membentuk Komisi Kepresidenan untuk Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban.
Komisi tersebut tak diisi oleh sembarang orang melainkan tokoh-tokoh yang cukup representatif. Sebabnya, menurut dia, pemyelesaian kasua HAM berar harus diolah oleh publik, bukan gagasan negara.
Negara dalam hal ini dinilai sebagai subjek hukum yang justru dituntut sebagai pelaku.
"Jadi bukan kemudian menggagas penyelesaian begitu. Gagasan yang kurang realistis dan malas ditanggapi," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Setara Bonar Tigor Naipospos mengatakan, jika Komisi Kepresidenan itu terbentuk, maka memerlukan banyak waktu untuk menemukan penyelesaian yang tepat.
Tak hanya dalam hitungan bulan, namun tahun. Pasalnya, komisi tersebut juga perlu memanggil saksi atau pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan yang diperlukan.
"Menjadi sangat absurd kala Luhut mengatakan tanggal 2 Mei semua sudah selesai. Apanya yang selesai? Ini kan butuh proses panjang. Komisi ini butih bertahun-tahun," tutur Bonar.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan, perkara-perkara HAM berat akan selesai pada bulan Mei 2016.
(Baca: Luhut: 2 Mei 2016, Negara akan Tuntaskan Kasus HAM Berat)
"Sekarang sudah mau rampung. Kami harap, 2 Mei 2016 sudah bisa dituntaskan," ujar Luhut di kantornya, Kamis (17/3/2016).
Terdapat enam perkara HAM berat yang akan dituntaskan, yakni peristiwa 1965, Talangsari, penembak misterius, tragedi Semanggi I dan II, tragedi Wasior-Wamena dan penghilangan aktivis secara paksa.
Penuntasan perkara tersebut, menurut Luhut, akan dilaksanakan melalui jalur non yudisial atau rekonsiliasi.
Cara tersebut sudah pasti dilaksanakan mengingat sulit jika ditempuh dengan jalan yudisial atau proses hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.