Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhan: Jika Filipina Minta Bantuan, TNI Sudah Siap!

Kompas.com - 29/03/2016, 13:59 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa dirinya sudah berulang kali mengusulkan patroli bersama antara Filipina dengan Indonesia agar kasus penyanderaan oleh kelompok perompak Abu Sayyaf tidak terjadi.

Ia menegaskan, selama ini koordinasi antara Pemerintah Indonesia dan Filipina tidak terjalin dengan baik sehingga proses penyelamatan WNI yang disandera menjadi lambat.

"Sejak dulu sudah saya sampaikan kita buka komunikasi. Saya sudah bilang berulang kali perlunya patroli perdamaian bersama. Perompak ini kan memanfaatkan ketegangan di Laut China Selatan," ujar Ryamizard saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, (29/3/2016).

Saat ini, kata Ryamizard, Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dan Atase Pertahanan Indonesia untuk Filipina sedang melakukan koordinasi dengan Pemerintah Filipina terkait upaya apa yang harus dilakukan untuk membebaskan sandera.

Ia mengatakan, TNI sudah disiagakan untuk menunggu hasil koordinasi dengan Filipina. Apabila Pemerintah Filipina mengizinkan Indonesia untuk masuk ke dalam wilayahnya, maka TNI sudah siap untuk melakukan penyelamatan kesepuluh sandera.

"Tentara sudah siap. Tinggal tergantung pihak Filipina. Jika mereka minta bantuan, kami siap mengirimkan pasukan," ungkapnya.

Facebook Welmy Loway Kapal Tug Boat Brahma 12 yang diduga dibajak Kelompok Milisi Abu Sayyaf.
Kementerian Luar Negeri RI sebelumnya membenarkan adanya informasi mengenai pembajakan kapal Indonesia oleh kelompok milisi Abu Sayyaf. (baca: Kemenlu: Satu Kapal Dilepas, Kapal Lainnya Masih Disandera Abu Sayyaf)

Menurut informasi terakhir yang diterima Kemenlu, satu dari dua kapal yang dibajak telah diserahkan ke pemerintah Filipina, sementara satu kapal lainnya masih disandera.

"Benar telah terjadi pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batubara dan 10 orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia," ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, melalui pesan singkat, Selasa (29/3/2016).

Saat dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan, menuju Batangas  kawasan Fililina Selatan.

Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret 2016, saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf.

Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso menjelaskan, pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan pihak otoritas Filipina. (baca: Sandera 10 Awak Kapal Indonesia, Abu Sayyaf Minta Tebusan Rp 14,3 Miliar)

Sebanyak 10 awak kapal dan seluruh muatan batubara dibawa penyandera ke tempat persembunyian mereka di salah satu pulau di sekitar Kepulauan Sulu. (baca: Belum Diketahui Keberadaan 10 WNI Awak Kapal yang Disandera Abu Sayyaf)

”Mereka meminta tebusan 50 juta peso (sekitar Rp 14,3 miliar) untuk pembebasan 10 sandera itu. Kami terus berkoordinasi dengan pihak keamanan Filipina untuk menentukan langkah lebih lanjut,” ujar Sutiyoso seperti dikutip Kompas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com