JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan mengakui adanya kelalaian polisi dalam mengawal Siyono, terduga teroris yang ditangkap di Yogyakarta.
Saat dibawa menuju bungker penyimpanan senjata, Siyono hanya dikawal dua orang yang terdiri dari satu sopir dan satu anggota Densus 88.
Padahal, Siyono diduga polisi sebagai salah satu panglima investigasi dalam kelompok Neo Jamaah Islamiah.
"Ini pun juga salah satu prosedur yang salah dari kami sendiri. Seharusnya mengawal tahanan minimal dua orang," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (14/3/2016).
Siyono kemudian meninggal setelah berkelahi dengan anggota polisi yang mengawalnya itu.
Mulanya, di dalam mobil, Siyono meminta petugas itu membuka penutup mata dan borgolnya. Anggota polisi itu menurutinya karena menganggap Siyono kooperatif.
Tanpa disangka, Siyono langsung menyerang petugas itu. Sang petugas melakukan perlawanan balik sehingga Siyono terpojok.
Secara tidak sengaja, kepala bagian belakang Siyono terbentur saat bergulat. Ia mendadak tidak sadarkan diri.
Melihat kejadian itu, Anton menyayangkan hanya satu petugas yang menjaga Siyono.
"Itu kami pertanyakan, 'Kenapa Saudara hanya sendiri, malah dilepas borgolnya?' Karena kooperatif," kata Anton.
Anton mengatakan, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri telah melakukan penyelidikan terkait meninggalnya Siyono dan kelalaian pengawalan.
Ia menegaskan bahwa Polri akan menindak siapa pun anggota yang melakukan prosedur yang menyimpang.
"Kami nanti akan lebih menertibkan tata cara bawa tahanan, apalagi tahanan yang penting. Jangan mudah terbujuk rayuan," kata Anton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.