Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moerdiono dan Kisahnya tentang Dokumen Asli Supersemar

Kompas.com - 11/03/2016, 18:00 WIB
KOMPAS.com — Moerdiono, Menteri Sekretaris Negara pada era pemerintahan Presiden Soeharto, menyatakan keyakinannya tentang adanya naskah asli Surat Perintah 11 Maret (Supersemar).

Supersemar merupakan surat perintah yang dikeluarkan Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Ada banyak versi mengenai isi surat tersebut.

Pasca-keluarnya surat itu, Soeharto mengambil alih kekuasaan dengan melakukan sejumlah tindakan, di antaranya pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurut Soeharto, berbagai tindakan yang dilakukannya tersebut ditujukan untuk mengatasi situasi konflik saat itu. (Baca: Supersemar, Surat Sakti Penuh Misteri)

Berbeda dengan Soeharto, menurut Soekarno, surat perintah yang dikeluarkannya bukan berupa transfer kekuasaan.

Versi mana yang benar? Dokumen asli Supersemar diyakini akan menjawab teka-teki isi Supersemar.

Kisah Moerdiono

Menurut Moerdiono, saat Supersemar terbit, ia berpangkat letnan satu. Ia yakin, naskah aslinya memang ada.

"Waktu itu, pangkat saya letnan satu atau letnan dua. Saya berkantor di gabungan lima komando operasi tertinggi, di Merdeka Barat 14. Saya yakin betul dan seyakin-yakinnya dokumen itu dibawa ke kantor saya, kemudian digandakan di salah satu ruangan di belakang. Saya ingat betul karena malam itu saya mendapatkan copy. Mungkin ada yang menanyakan apakah sudah ada fotocopy waktu itu. Istilahnya lupa, bukan fotocopy, tetapi pasti ada. Diam-diam saya sudah menemukan siapa yang membuat dan mengerjakan penggandaan semacam fotocopy itu. Saksinya masih hidup," papar Moerdiono, seperti dikutip dari harian Kompas, 14 Oktober 1994.

Namun, naskah itu raib. Keberadaannya masih menjadi misteri.

Sejumlah naskah yang disimpan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dinyatakan tidak asli. (Baca: Berburu Naskah Asli Supersemar...)

Menurut Moerdiono kala itu, sebuah tim sudah dibentuk untuk menemukan naskah asli Supersemar. Akan tetapi, pencarian ini belum membuahkan hasil. Naskah itu tak ditemukan.

"Tidak ketemu, ya selesai. Masa, dicari seumur hidup, sesudah sekian puluh tahun. Saya sekali lagi mengimbau masyarakat luas, sekiranya merasa menemukan dokumen asli atau dokumen mengenai Supersemar itu, tolonglah diserahkan kepada negara agar dipelihara sebaik-baiknya oleh instansi yang berkompeten, misalnya, Arsip Nasional," kata dia.

Dibawa oleh tiga jenderal ke Kostrad

Sebelumnya, pada 16 September 1993, saat dicecar DPR soal hilangnya naskah asli Supersemar, Moerdiono mengisahkan bahwa surat tersebut dibawa langsung oleh tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amirmachmud, dan M Yusuf dari Bogor ke Kostrad.

Di Kostrad, menurut Moerdiono, naskah itu diserahkan kepada Letjen Soeharto. (Baca: Supersemar Versi Soeharto)

"Untuk diperbanyak (oleh satu-satunya mesin fotocopy) di pojok kantor saya," kenang Moerdiono, seperti dikutip dari Kompas, 18 September 1993.

Ia mengaku tidak diizinkan memegang naskah aslinya.

"Saya hanya mendapat satu naskah fotocopy yang masing hangat," kata dia.

Dia kembali menegaskan bahwa surat itu ada.

"Surat perintah itu ada. Namun, kenapa belum ditemukan, ya karena kesingsal, keselisut, atau ketriwalan (terselip)," ujar Moerdiono.  

Ia beranggapan, hilangnya naskah Supersemar setidaknya bisa ditarik berdasarkan dua kemungkinan.

Pertama, peristiwa sejarah di sekitar Supersemar adalah kejadian yang spontan, dan bukan rekayasa.

Kedua, pada masa peralihan itu, tak seorang pun mengira bahwa peristiwa itu akan menjadi proses sejarah yang penting.

"Teks proklamasi asli, misalnya, baru ditemukan beberapa tahun sesudah peristiwa," kata Moerdiono.

Sementara itu, salah satu jenderal yang diutus Soeharto untuk menemui Presiden Soekarno dan membawa naskah asli Supersemar, Amirmachmud, mengatakan, surat perintah itu terdiri atas dua lembar.

"Yang saya masih ingat, Supersemar itu dua lembar. Lembar keduanya ditandatangani Bung Karno," kata Amirmachmud.

Ia mengatakan, hilangnya naskah asli Supersemar tidak perlu diributkan karena sudah ada TAP MPRS tahun 1966.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com