"Saya bahagia sekali. Tukang becak saja tahu GMT," ujar Astronom Institut Teknologi Bandung (ITB) Suhardja D. Wiramihardja sembari tersenyum di Kapal Motor (KM) Kelud, Selasa (8/3/2015).
Penilaian Suhardja bukan tanpa alasan.
Ia tahu persis getirnya kenyataan akibat sikap pemerintah saat peristiwa gerhana matahari total 1983 terjadi.
Saat itu, pemerintah melarang masyarakat berada di luar rumah.
Alasannya, paparan sinar matahari bisa menyebabkan kerusakan retina mata.
Suhardja sendiri sedang berada di Jepang saat peristiwa langka itu terjadi.
Ia menceritakan banyak orang Jepang yang mempertanyakan sikap pemerintah itu.
Meski tidak menyebut sikap pemeritah itu sebagai pembodohan, ia sadar dampaknya sangat besar.
Masyakarat menjadi salah paham dan cenderung tidak memiliki kesadaran terhadap gejala-gejala astronomi.
"Tenyata itu (sikap pemerintah tahun 1983) betul-betul parah. Perlu usaha besar para astronom (membuat masyarakat sadar)," kata dia.
Kini setelah 33 tahun, Suhardja akhirnya merasakan upaya para ahli astronomi Indonesia tidak sia-sia.
Baginya, antusias masyarakat Indonesia menyambut GMT 2016 merupakan tanda bahwa astronomi mulai diterima dan diperdulikan oleh masyarakat.
"Sekarang masyarakat sangat demam gerhana, poster dimana-mana. ini kemajuan buat saya. Ada awareness," ucap dia.