JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo telah mengesampingkan perkara yang menjerat dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad-Bambang Widjojanto.
Namun, langkah tersebut dianggap mengancam institusi Kejaksaan Agung sendiri.
Sesuai dengan Pasal 36 huruf c UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
Adapun alasan Prasetyo mendeponir kasus tersebut lantaran dianggap dapat mengganggu upaya pemberantasan korupsi jika perkara itu dilanjutkan. (baca: Kapolri: Penyidik Pastinya Kecewa Kasus Abraham Samad-BW Dihentikan)
"Kalau penjelasannya seperti itu, pertanyaannya kan baik BW maupun AS sudah permanen bukan sebagai pimpinan KPK. Jadi dimana gangguan kerja pemberantasan korupsi itu akan terjadi?" kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Jumat (4/3/2016).
Namun, Kejaksaan sebelumnya menyatakan berkas perkara keduanya sudah lengkap atau P21, untuk selanjutnya diproses di pengadilan. (baca: Kasusnya Dideponir, Ini Komentar Bambang Widjojanto)
"Karena harusnya tidak buru-buru mengeluarkan P21 yang berarti perkara itu cukup alat buktinya. Kalau sudah P21 kemudian dideponir, maka kesannya kejaksaan menampar mukanya sendiri dalam proses penegakan hukum," ujarnya.
Politisi PPP itu menambahkan, P21 juga menunjukan bahwa tidak ada upaya kriminalisasi terhadap perkara tersebut. (baca: Politisi PDI-P: Abraham-Bambang Tak Berani Hadapi Pengadilan)
"Kalau bilang kriminalisasi apa P21 itu main-main? Seharusnya, kalau memang bukti tidak cukup kuat dan itu sudah dibawa ke pengadilan, JPU harus berani menuntut bebas," kata Asrul.
Jaksa Agung sebelumnya mengaku, deponir dilakukan walau telah menerima berkas perkara itu secara lengkap atau P 21 dari kepolisian. (Baca: Ini Alasan Jaksa Agung Deponir Kasus Samad dan Bambang Widjojanto)
Kejaksaan beralasan kasus Abraham dan Bambang dikesampingkan karena kasus yang menimpa keduanya sebagai aktivis pemberantasan korupsi berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Selain itu, respons masyarakat terhadap kasus yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi ini dianggap akan berdampak terhadap turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Abraham ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen kartu keluarga dan kartu tanda penduduk atas nama Feriyani Lim.
Adapun, Bambang adalah tersangka perkara dugaan menyuruh saksi memberi keterangan palsu di sidang sengketa hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat ketika itu.
Berbagai pihak, termasuk Abraham dan Bambang, menganggap polisi telah merekayasa kasus. Ada pula yang menilai polisi mencari-cari kesalahan lantaran kasus Abraham disebut terjadi tahun 2007 dan Bambang tahun 2010.
Tuduhan itu muncul karena penetapan tersangka keduanya dilakukan tak lama setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.