Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menteri BUMN Sebut Pembangunan Kempinsky dan Menara BCA di Luar Kontrak PT HIN

Kompas.com - 01/03/2016, 19:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi mengaku tak tahu adanya pembangunan gedung lain di luar kontrak antara PT Grand Indonesia dan Hotel Indonesia Natour.

Menurut perjanjian yang dia ketahui, pembangunan dalam kontrak hanya pembangunan dua mal, satu hotel, dan satu lahan parkir.

"Pada waktu itu memang rencana diajukan hanya dua mal dan hotel. Setelah itu, tidak dilaporkan oleh direksi HIN. Ternyata ada dua gedung itu," kata Sukardi usai diperiksa di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (1/3/2016).

(Baca: Jampidsus: Ada Penyalahgunaan Wewenang dalam Kasus Hotel Indonesia)

Selain yang disebutkan di atas, ternyata dibangun lagi dua gedung yakni Menara BCA dan Hotel Kempinski. Sukardi mengakhiri jabatannya sebagai menteri pada Oktober 2004. Setelah itu, dia tidak tahu lagi bagaimana perkembangannya.

Namun, menurut informasi yang Sukardi dapat dari internal Kementerian BUMN, memang benar tidak ada penambahan dua bangunan itu dalam kontrak. Menurut dia, tak ada rencana penambahan dua bangunan dalam negosiasi kontrak.

"Seharusnya ketika gedung pembangunan selesai, ada berita acara pembangunan dilaporkan ke pemegang saham, Menteri BUMN, dengan direktur. Yang jelas pada awalnya tidak ada pembahasan," kata Sukardi.

(Baca: Dua Bangunan di Kawasan Hotel Indonesia Dianggap Menyalahi Kontrak)

Sukardi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kontrak antara PT GI dan PT HIN. Ia diperiksa selaku pengambil kebijakan saat itu. Ia menyebut BUMN kecolongan atas penyimpangan tersebut.

Yang jelas, permintaan persetujuan untuk peroanjangan kontrak dan penambahan bangunan itu memang tidak ada. Masalah kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia ini diduga merugikan BUMN tersebut sebesar Rp 1,2 triliun.

Awalnya, negara memiliki lahan yang saat ini terbangun kompleks Grand Indonesia dan mempercayakan lahan itu kepada PT HIN. Tahun 2002, perusahaan milik negara tersebut melaksanakan kerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun lahan itu.

(Baca: Kerja Sama dengan Grand Indonesia, BUMN Ini Berpotensi Rugi Rp 1,2 Triliun)

Kerja sama yang baru diteken pada 2004 itu menggunakan skema perjanjian bangun-guna-serah atau built-operate-transfer (BOT). Dalam skema perjanjian itu, hanya empat aset yang sepakat untuk dibangun, yakni hotel bintang lima Kempinsky, pusat perbelanjaan Grand Indonesia west mall, east mall dan fasilitas parkir.

Namun, PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan pengusaha lain, yakni BCA dan Apartemen Kempinsky.

Alhasil, Menara BCA dan Apartemen Kempinsky pun memiliki bangunan di aset lahan milik negara tersebut. Dua pembangunan itu selama ini tidak memberikan pemasukan kepada negara karena dua pembangunan itu di luar dari perjanjian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com