JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung terus mengusut dugaan korupsi pada kontrak pembangunan kompleks Grand Indonesia di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat.
Terdapat tiga perusahaan yang terlibat dalam kontrak itu, yakni PT Hotel Indonesia Natour (HIN) (Persero), PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) dan PT Grand Indonesia.
"Semuanya, dari PT HIN, Cipta Karya dan dari Grand Indonesia, kami mintai keterangan," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (26/2/2016).
Saksi dari ketiga perusahaan yang diperiksa itu, kata Prasetyo, adalah karyawan di tingkat middle dan high management.
Saat ini, perkara itu telah berstatus penyidikan namun belum ditetapkan tersangka.
Prasetyo mengatakan bahwa penetapan tersangka akan dilakukan setelah keterangan dari ketiga perusahaan itu seluruhnya didapatkan.
"Tersangka belum. Nantilah akan dipilah-pilah siapa yang bertanggungjawab," ujar Prasetyo.
Kronologi
Kejaksaan meningkatkan perkara itu dari penyelidikan ke penyidikan, Selasa (23/2/2016) lalu.
Duduk persoalan perkara itu, awalnya negara memiliki lahan yang saat ini terbangun kompleks Grand Indonesia, depan Patung Selamat Datang, Bundaran Hotel Indonesia, Jalan M. H Thamrin.
Negara mempercayakan lahan itu kepada BUMN, PT Hotel Indonesia Natour (HIN) (Persero). Tahun 2002, perusahaan milik negara tersebut melaksanakan kerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun lahan itu.
Kerja sama yang baru diteken pada 2004 itu menggunakan skema perjanjian bangun-guna-serah atau built-operate-transfer (BOT).
Dalam skema perjanjian itu, hanya empat aset yang sepakat untuk dibangun, yakni hotel bintang lima Kempinsky, pusat perbelanjaan Grand Indonesia west mall, east mall dan fasilitas parkir.
(Baca juga: Kerja Sama dengan Grand Indonesia, BUMN Ini Berpotensi Rugi Rp 1,2 Triliun)
Namun, PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan pengusaha lain, yakni BCA dan Apartemen Kempinsky.
Alhasil, Menara BCA dan Apartemen Kempinsky pun memiliki bangunan di aset lahan milik negara tersebut.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah mengatakan, dua pembangunan itu selama ini tidak memberikan pemasukan kepada negara. Karena dua pembangunan itu di luar dari perjanjian.
"Itu kena pidana dong," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.