JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro, menentang penerapan tax amnesty atau pengampunan pajak di Indonesia.
Jika hal itu diberlakukan, maka pengemplang pajak diyakini akan semakin enggan membayar pajak.
"Kalau Indonesia melakukan tax amnesty, orang akan berpikir, 'Nanti akan ada tax amnesty, ngapain bayar pajak lagi'. Nanti malah memanfaatkan," ujar Setyo di Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Setyo mengatakan, sejumlah pihak berharap dengan adanya pengampunan pajak di Indonesia maka keuangan negara bisa bertambah.
Namun, kata dia, pengemplang pajak akan memanfaatkannya sebagai keuntungan. Justru yang dirugikan ialah orang-orang yang rajin membayar pajak.
"Justru mereka yang patuh terhadap pajak mengalami disintensif. Karena pengemplang pajak dikasih amnesty, mereka yang bayar pajak dengan baik lebih rugi," kata Setyo.
Menurut Setyo, masyarakat awam kini pun sudah mengetahui modus menyimpan kekayaan di luar negeri untuk menghindari pajak. Dengan pengelakan itu, maka kekayaan yang diduga dari hasil korupsi pun akan tertutupi.
Terlebih lagi jika Undang-Undang Pengampunan Pajak dihidupkan. Kata Setyo, koruptor bisa dengan bebas melarikan hartanya ke luar negeri dan hanya dibebankan pengampunan pajak.
"Tren ini perlu dilihat ke depan karena kita kan dapat clue bahwa kemungkinan para koruptor akan makin canggih menyembunyikan dana biar tidak terdeteksi," kata Setyo.
RUU Pengampunan Pajak termasuk salah satu dari 40 RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas untuk tahun 2016.
Pemerintah berupaya untuk mendorong penerimaan dengan mengusulkan RUU Pengampunan Pajak, agar dana para Wajib Pajak yang berada di luar negeri bisa dilaporkan kembali ke Indonesia dan dipungut pajaknya.
Dalam RUU tersebut, Wajib Pajak tetap harus diwajibkan membayar pokok pajak termasuk bunga dan denda akibat keterlambatan dalam membayar pajak. Namun, pemerintah akan menghapus sanksi pidana perpajakan.
Menurut penghitungan sementara, kebijakan tax amnesty ini bila diterapkan selama setahun penuh bisa menambah kas negara dari penerimaan pajak hingga Rp 60 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.