Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naskah Akademik dan Draf Revisi UU Tak Sinkron, Bukti Lain Pelemahan KPK

Kompas.com - 17/02/2016, 09:25 WIB
Ihsanuddin

Penulis

Menurut dia, hal tersebut terjadi karena naskah akademik tersebut sudah dibuat oleh pengusul sejak Oktober 2015 lalu.

Setelah itu, muncul berbagai perkembangan sehingga poin-poin yang akan direvisi dalam UU KPK berubah.

"Pada saat itu ada 8 poin yang akan diubah. Setelah ada pembahasan, ramai kan. Setelah ramai itu kita evaluasi, dengar masukan berbagai pihak, jadilah hanya empat poin," kata Risa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/2/2016).

Politisi PDI-P ini, menilai, naskah akademik tersebut tidak perlu diperbarui dan disesuaikan dengan draf RUU yang sudah disepakati saat ini.

Sebab, naskah akademik itu hanya merupakan sebuah landasan awal.

"Enggak masalah itu kan (berubah) setelah pembahasan, artinya legal standing sudah ada, dasarnya sudah ada," ujar dia.

Risa mengatakan, bukan tidak mungkin pembahasan revisi UU KPK akan kembali melebar selama masih mengikuti naskah akademik yang ada.

Jika pembahasan di Baleg menyepakati bahwa penuntutan KPK perlu dihilangkan dan dialihkan ke Kejaksaan, kata dia, maka hal tersebut bisa saja direalisasikan.

"Itu tergantung pembahasan di Badan Legislasi DPR. Barang ini kan sudah di Baleg, bukan lagi di pengusul," kata Risa.

Pelemahan

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menilai, tak sinkronnya naskah akademik dan draf RUU KPK ini menjadi bukti lain upaya pelemahan KPK.

Pelemahan KPK tidak hanya tergambar pada pasal-pasal yang akan diubah, tapi juga proses pembuatan RUU itu sendiri.

Menurut dia, draf RUU seharusnya selalu mengacu pada naskah akademik yang biasanya berisi kajian teoritik tentang prinsip-prinsip dasar yang ingin diatur melalui RUU tertentu.

Naskah akademik merupakan basis teoritik sementara draf merupakan operasional dari teori yang dituangkan dalam bentuk aturan-aturan teknis RUU.

"Jadi mestinya antara kaidah teoritik dalam Naskah Akademik dengan draf-draf peraturan dalam RUU sedapat mungkin sinkron karena draf dibikin berdasarkan NA," kata Lucius.

Jika ditemukan adanya ketidaksinkronan antara naskah akademik dan draf RUU KPK, lanjut Lucius, maka itu hanya menegaskan betapa muatan kepentingan partai pengusul untuk melemahkan KPK sangat besar dalam revisi ini.

Ia mengatakan, mungkin saja penyusun naskah akademik adalah pihak lain yang berbeda dari penyusun draf dan tak mengacu pada naskah akademik.

"Intinya kepentingan yang kuat dari partai membuat konsep teoritik sebagai acuan menjadi tak penting. Partai sudah bersikap dan berpendirian tertentu sebelum naskah akademik mereka buat.  Jadi kepentingan sepihak parpol yang menjadi rujukan revisi,  bukan konsep ilmiah yang tertuang melalui naskah akademik," papar Lucius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com