Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Keinginan Revisi UU Hanya Dilandasi Ketidaksukaan terhadap KPK"

Kompas.com - 11/02/2016, 12:59 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menilai, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki urgensi. 

Menurut dia, rencana revisi tersebut cenderung terlihat sebagai program legislasi yang didasari kepentingan politik.

"Ini adalah legislasi politik. Keinginan revisi UU hanya dilandasi rasa ketidaksukaan terhadap KPK," kata Bivitri di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/2/2016).

Menurut Bivitri, revisi UU seharusnya dilandasi kepentingan yang sangat mendesak. Misalnya, UU yang lama dinilai dan dibuktikan tidak mampu meningkatkan efektivitas KPK. (baca: Kewenangan SP3 bagi KPK Dikhawatirkan Diperjualbelikan)

"Kami tidak melihat ada masalah konstitusional di KPK. Bahkan, dari segi efektivitas, KPK masih cukup efektif dibanding lembaga penegak hukum lain," kata Bivitri.

Setidaknya, terdapat dua hal yang membuktikan revisi UU KPK tidak memenuhi syarat urgensi. Pertama, meski telah berkali-kali diajukan uji materi, Mahkamah Konstitusi tidak pernah sekalipun menyebutkan bahwa UU KPK menyalahi konstitusi.

Kedua, dalam data 2014, KPK mendapat predikat sebagai institusi penegak hukum yang paling berhasil dalam pemberantasan korupsi. (baca: Ruhut Tagih Janji Jokowi untuk Kuatkan KPK)

Berdasarkan statistik, pada 2014 Kepolisian menangani 123 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 132 miliar.

Kemudian, Institusi Kejaksaan, selama 2014 menangani 472 kasus korupsi dengan nilai kasus mencapai Rp 1,7 triliun.

Sementara KPK, pada 2014 berhasil menangani 34 kasus korupsi, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 3 triliun. (baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)

Menurut Bivitri, rencana revisi UU KPK sangat dipengaruhi keresahan sejumlah politisi dan pejabat publik yang khawatir kasus korupsinya akan dibongkar oleh KPK.

Dengan demikian, argumentasi bahwa diperlukan revisi karena KPK tidak efektif, adalah argumentasi yang tidak benar. (baca:Penolakan Publik atas Revisi UU KPK Jadi Pertimbangan Jokowi)

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com