Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua MPR Menyiratkan Tolak Revisi UU Terorisme

Kompas.com - 19/01/2016, 11:42 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Zulkifli Hasan menyiratkan penolakan terhadap rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Menurut Zulkifli, penanganan terorisme yang diatur UU tersebut sudah cukup memadai.

"Saya baca, undang-undangnya sudah cukup," kata Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Pernyataan Zulkifli itu bertentangan dengan pemerintah yang ingin segera merevisi UU terorisme.

Menurut pemerintah, revisi UU tersebut diperlukan untuk memperkuat upaya pencegahan terorisme. (baca: Ketua DPR Minta Jokowi Terbitkan Perppu untuk Revisi UU Terorisme)

Zulkifli menilai, peran Badan Intelijen Negara dan kepolisian sudah sangat sigap dalam mencegah serta menangani aksi terorisme.

Ia tidak sependapat jika aksi teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta, dianggap terjadi karena aparat kecolongan. (baca: Menhan Setuju Revisi UU Terorisme, asalkan...)

Zulkifli menganggap, aparat keamanan sudah sangat baik bekerja dan mampu mengendalikan situasi dalam waktu yang relatif cepat.

"Memang sulit memprediksi kapan dan di mana (akan terjadi teror). Penanganannya dua jam tuntas. Apakah revisi yang diperlukan, atau peningkatan koordinasi," kata Ketua Umum PAN itu.

Presiden Joko Widodo memanggil pimpinan lembaga tinggi negara untuk membahas perlu tidaknya revisi UU Terorisme hari ini. (baca: Revisi UU Dinilai Tak Akan selesaikan Persoalan Terorisme)

Adapun pimpinan lembaga tinggi negara yang hadir di Istana Negara adalah pimpinan MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

"Momentum ini saya ingin mengajak kita mengkaji penguatan instrumen pencegahan tindak pidana terorisme dengan dalam Undang-Undang Nomor 15/2003 dan 9/2013. Apakah cukup memadai, atau perlu direvisi karena perubahan yang sangat cepat terhadap idelogi terorisme," ungkap Jokowi.

Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti sebelumnya mengatakan, UU Terorisme perlu direvisi. Menurut dia, revisi itu untuk memberi ruang kepada aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum terhadap siapa saja yang berpotensi melakukan aksi terorisme.

"Selama ini Polri bisa mendeteksi. Tapi tidak bisa menindak jika tidak ada tindak pidana yang dilakukannya," ujar Badrodin, Minggu (17/1/2016) malam. (baca: Kapolri Minta UU Terorisme Direvisi)

"Misalnya, sudah jelas-jelas ada orang datang dari Suriah. Kami tidak bisa menindak karena ada batasan. Maka itu kami minta pemerintah, DPR, merevisi UU Terorisme yang ada," lanjut dia.

Badrodin mengklaim, pendataan sekaligus pemetaan kelompok radikal Indonesia cukup baik. Aparat memantau pergerakan dan perkembangan jaringan dan orang per orang.

Akan tetapi, karena batasan UU, polisi tidak bisa menangkap, menahan atau melakukan interogasi. Polisi harus menunggu target melakukan suatu tindakan yang mengarah teror.

"Misalnya, beli bahan baku peledak, lalu dia survei lokasi, merekrut orang untuk meneror, mulai meneror dan sebagainya," ujar Badrodin.

Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutiyoso juga meminta penambahan kewenangan penangkapan dan penahanan sementara dalam penanganan terorisme. (baca: Sutiyoso Usul BIN Diberi Wewenang Penangkapan dan Penahanan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Nasional
Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Nasional
Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Nasional
PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com