Pengadaan ini adalah yang kesepuluh. Sebelumnya gagal lelang terus. Tiga kali lelang tahun 2007, gagal. Tiga kali lelang 2008, gagal. Tiga kali lelang lagi tahun 2009, gagal juga.
Kenapa gagal? Karena di peraturan kita, disyaratkan harus ada agen dalam negeri. Sementara saya enggak mau. Karena tau sendiri kan kalau pakai agen dalam negeri, nanti dibilang Pak Lino nitip sekianlah, sehingga saya ubah aturannya, enggak usah pakai agen dalam negeri, langsung ke pabrik saja.
Waktu 2010 itu kami ubah aturan penunjukan langsung. Pada akhirnya lelang dibatalkan kemudian kami proses penunjukan langsung untuk beli twin lift. Speknya berubah, dari yang sebelumnya itu kapasitas 50 ton, tapi yang kita beli akhirnya 61 ton.
Sebenarnya, apa syarat penunjukan langsung di perusahaan waktu itu?
Pertama, dua kali gagal lelang. Sementara ini sudah sepuluh kali lelang. Artinya syarat pertama terpenuhi. Kedua, penunjukan langsung bisa dilakukan untuk bisnis kritis.
Pelabuhan itu kalau tidak ada crane ya tidak bisa jalan. Jadi itu yang dimaksud bisnis kritis. Karena itu dulu sudah macet total. Syarat penunjukan langsung itu diperkuat dengan payung hukum Peraturan Kementerian BUMN Nomor 5 Tahun 2008 tentang Critical Asset.
Kondisi itu juga enggak ditanya sama menteri pula. Nah, kalau begitu yang merugikan negara siapa? Ya yang membiarkan itu kan? Saya malah bantuin masyarakat.
Ketika memulai proses pengadaan, apakah Pelindo melakukan supervisi langsung?
Kami waktu itu menggunakan konsultan terkenal di dunia dari Prancis. Waktu merakit di China, mereka yang sudah kami bayar mahal ini yang cek. Demikian juga mereka mensupervisi pada saat pelaksanaan.
Waktu datang, dia yang cek loading barang dan sebagainya. QCC ini ibarat orang, jantung, paru-paru dan di dalamnya itu made in Germany semua. Hanya struktur luarnya saja yang dari China, mesin itu semua dari Germany.
Apakah Bapak merasa penunjukan langsung itu adalah terobosan kebijakan?
Terobosan iya. Tapi enggak ada aturan yang kami langgar.