Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/12/2015, 15:35 WIB

Oleh: Frans H Winarta

JAKARTA, KOMPAS - Peristiwa "papa minta saham" yang ramai beberapa waktu belakangan ini secara historis merupakan insiden yang serius atau skandal dalam kancah tata politik dan ketatanegaraan Indonesia.

Dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR perihal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia semakin santer dibahas di media massa dan menimbulkan bermacam-macam asumsi dari berbagai lapisan masyarakat.

Awal mulanya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan bukti berupa rekaman dugaan pembicaraan antara Ketua DPR dan seorang pengusaha serta bos PT Freeport Indonesia kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Sidang kode etik MKD telah beberapa kali diadakan, tetapi masih ada sejumlah perdebatan perihal keabsahan laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR.

Selain itu, status (legal standing) Menteri ESDM sebagai pelapor kasus juga dipertanyakan beberapa anggota MKD. Tampaknya aroma politis terasa sangat kental dalam persoalan ini.

Percobaan melakukan kejahatan

Insiden "papa minta saham" ini, jikalau benar terjadi, tentunya tidak bisa diselesaikan hanya melalui sidang kode etik MKD saja, tetapi juga harus diselesaikan secara hukum.

Ada dua hal yang berbeda ketika kita berbicara mengenai etika jabatan dan hukum. Etika jabatan membicarakan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam suatu profesi atau jabatan formal. Etika jabatan berujung kepada peringatan, skorsing, atau pemecatan.

Sementara hukum berbicara mengenai benar atau salah. Ada unsur motif (oogmerk) dan kesengajaan (opzet) yang dapat berujung kepada hukuman penjara.

Di satu sisi, jika sesuatu dianggap salah dipandang dari segi etika, belum tentu hal itu dianggap salah jika dipandang dari segi hukum. Begitu pula sebaliknya.

Harus dipahami bahwa telah diatur di dalam KUHP Indonesia bahwa setiap warga negara Indonesia wajib melaporkan jika ada tindak pidana kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Mengapa insiden ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan?

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal apa yang disebut dengan "poging tot misdrijf" ("poging") atau "percobaan untuk melakukan kejahatan", sesuai dengan yang diatur di dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

Dalam pasal poging tersebut, seseorang dapat dihukum karena dapat dipersalahkan telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.

Percobaan kejahatan di dalam KUHP itu sendiri memiliki tiga unsur yang tidak terpisahkan, yaitu adanya maksud (voornemen) untuk melakukan suatu kejahatan, adanya suatu permulaan pelaksanaan, dan yang terakhir unsur pelaksanaan kejahatan tersebut tidak selesai karena disebabkan masalah-masalah yang berada di luar kemauannya sendiri.

Jika dianalisis dari segi hukum pidana, tiga unsur poging itu telah dipenuhi. Si pelaku diduga sudah menyampaikan maksudnya yang terekam dan karena sudah ada permulaan maksud untuk melakukan kejahatan.

Pelaksanaan kejahatan itu tidak selesai karena hasil rekaman tersebut dilaporkan oleh Menteri ESDM.

Dalam hal ini, para penegak hukum di Indonesia tidak bisa berpangku tangan saja. Terlepas dari jabatan apa pun yang terlekat, penyelesaian secara hukum harus dilakukan, apalagi insiden ini menyangkut nama kepala negara dan wakil kepala negara Indonesia terkait pencatutan yang dilakukan oleh Ketua DPR tersebut.

Jika benar terjadi, ditakutkan ada tiga potensi yang bisa muncul dari insiden "papa minta saham" ini, antara lain: potensi koruptif (UU Tipikor), potensi penipuan (Pasal 378 KUHP), dan juga potensi fitnah (Pasal 314 KUHP).

Negara kesejahteraan

Di negara-negara yang mapan, anggota DPR atau tepatnya Ketua DPR merupakan jabatan tinggi negara yang sangat prestisius dan dihormati oleh masyarakat.

Perdebatan ide dasar negara dan arah kebijakan negara terjadi di gedung-gedung parlemen di negara-negara tersebut. Indonesia harus belajar dari negara-negara yang lebih senior yang memiliki pengalaman dalam kehidupan bernegara.

Bukan hanya sekadar mengisi daftar absensi, perebutan kursi, serta mengutamakan ego golongan tanpa ingat bahwa ada hal substansial yang harus diperjuangkan menuju negara yang sejahtera (welfare state) seperti yang diimpikan para pendiri bangsa ini (founding fathers).

Cara pandang masyarakat ke depan harus diubah. Timbulnya kerutan di kening saat membicarakan kinerja sebagian besar anggota DPR harus dikembalikan menjadi timbulnya rasa bangga dan kekaguman akan kinerja mereka demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Saat ini, di saat negara Indonesia sedang memperjuangkan demokrasi yang masih berantakan, negara-negara mapan telah berhasil menerapkan sistem nilai.

Indonesia sedang berusaha menuju ke arah yang lebih baik di era kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla, terutama dalam menata sistem nilai.

Insiden "papa minta saham" tentu menyakiti hati rakyat Indonesia. Apalagi anggota DPR telah digaji dengan baik oleh rakyat untuk melaksanakan fungsi legislatif.

John C Maxwell, seorang penulis ternama berkebangsaan Amerika Serikat, pernah mengatakan, "Leadership is influence."

Para tokoh bangsa harus dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap rakyat. Oleh karena itu, meskipun tidak mudah, perjuangan negara Indonesia harus terus dilanjutkan.

Untuk dapat menerapkan sistem nilai yang baik di negara ini, harus dimulai dari menghilangkan ego individu dan golongan.

Seseorang harus dapat menaklukkan diri sendiri dan segelintir kelompok demi kepentingan masyarakat yang lebih besar.

Keadilan dan hukum harus ditegakkan walaupun langit runtuh. Fiat Justitia Ruat Caelum.

Frans H Winarta
Ketua Umum Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Hukum Harus Ditegakkan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Nasional
KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Nasional
MKD Bakal Panggil PPATK Soal Anggota DPR Main Judi Online

MKD Bakal Panggil PPATK Soal Anggota DPR Main Judi Online

Nasional
PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

Nasional
MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

Nasional
KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

Nasional
Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Nasional
PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

Nasional
Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Nasional
Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek 'Ekor Jas'

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek "Ekor Jas"

Nasional
Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com