Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruki: Samakan Kewenangan Polri-Kejaksaan seperti KPK, Ayo Kita Adu Jago

Kompas.com - 27/11/2015, 18:18 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurahman Ruki berharap Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) bisa berujung pada kesetaraan antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian dalam hal pemberantasan korupsi.

Sebab, selama ini Ruki mengaku mendengar keluhan dari Polri dan Kejaksaan mengenai kewenangan pemberantasan korupsi yang tidak setara.

"Ada keluhan dari teman-teman kejaksaan dan kepolisian, 'kami kalau memeriksa pejabat negara harus meminta izin kepada Presiden, sedangkan KPK tidak'," kata Ruki dalam diskusi RUU KUHP di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (27/11/2015).

Menurut Ruki, pemberantasan korupsi bukan bergantung pada institusi, tapi lebih kepada perintah yang tertuang dalam undang-undang.

Oleh karena itu, jika dalam undang-undang disebut KPK, Polri, dan Kejaksaan bisa menangani kasus korupsi, maka kewenangan ketiga lembaga tersebut harusnya sama.

"Kenapa harus berbeda dengan KPK? Samakan saja, di tempat yang sama," ucap Ruki.

Namun, Ruki menambahkan, upaya menyetarakan tiga lembaga ini bukan berarti mengurangi kewenangan yang dimiliki KPK. Akan tetapi, kewenangan yang dimiliki Polri dan Kejaksaan yang ditambah.

Misalnya, KPK selama ini tidak mempunyai aturan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Maka sebaiknya, kata Ruki, Kepolisian dan Kejaksaan juga diberi kewenangan serupa.

"Pada posisi yang sama dan kewenangan yang sama, ayo kita adu jago," ujar Ruki yang disambut tepuk tangan Kapolri Jenderal (pol) Badrodin Haiti dan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad.

Revisi UU KUHP-KUHAP kini tengah dibahas Komisi III DPR bersama pemerintah. Di sisi lain, UU KPK juga ingin direvisi, yang kemudian menjadi kontroversi. Rencana revisi itu dinilai sebagai upaya pelemahan KPK.

Dalam draf revisi UU KPK, diatur bahwa masa kerja KPK hanya 12 tahun setelah UU diundangkan. (baca: Ini Alasan PDI-P Batasi Umur KPK Hanya 12 Tahun)

Draf itu juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar.

Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com