Diskursus militerisme ini sangat kentara dalam pidato Menhan yang menyebutkan bahwa "negara membolehkan demonstrasi, sekarang negara meminta warganya bela negara".
Pernyataan itu meletakkan demonstrasi pada kutub yang berseberangan dari kecintaan kepada negara.
Dari sudut pandang prinsip republik demokratis, setiap bentuk demonstrasi akan dilihat sebagai upaya sipil untuk memperbaiki negara—sebuah upaya demokratis dalam mencintai negara.
Sebuah ancaman dan pelaksanaan bela negara juga harus dipahami secara kontekstual. Dalam konteks kesejarahan, pendidikan bela negara semestinya diletakkan dalam tiga tahap gelombang nasionalisme: (i) nasionalisme pra-kemerdekaan, yakni nasionalisme untuk merebut kemerdekaan (Soedjatmoko, 1991); (ii) nasionalisme pasca kemerdekaan, yakni nasionalisme untuk mengisi kemerdekaan dengan memperkuat elemen-elemennya (Rahmat Witoelar, 1991); dan (iii) nasionalisme kebangkitan, yakni nasionalisme yang memberi kebangkitan nasional dalam kesejajaran dengan bangsa lain (Moerdiono, 1991).
Bangsa Indonesia saat ini seharusnya berada dalam nasionalisme gelombang ketiga yang berorientasi pada hikmah jati diri dalam persaingan kemakmuran antarbangsa.
Nasionalisme gelombang ketiga juga mengontekstualisasikan bela negara untuk berjuang melawan yang lalim, baik perseorangan maupun struktural, misalnya terhadap konglomerat yang mengorek kekayaan alam bumi pertiwi dan membawa ke luar negeri atau koruptor yang mengisap kesejahteraan rakyat.
Tantangan seperti itu bukan lagi tantangan fisik, melainkan tantangan dalam menguatkan kapasitas sipil. Konsep dan metode pelatihan bela negara, oleh sebab itu, sebaiknya tidak militeristik, sebab meletakkan disiplin militer sebagai panasea bagi revolusi mental adalah sebuah simplifikasi masalah.
Metode pendidikan bela negara
Pasal 3 UU Nomor 3 Tahun 2002 yang menegaskan bahwa "Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi" beserta penjelasannya mengenai keragaman ancaman sebetulnya membuka peluang untuk membawa program bela negara ke ranah publik.
Keterlibatan publik dalam mencari bentuk pendidikan dan kegiatan bela negara menjadi krusial karena merekalah pemangku kepentingan dan aktor utama dalam mengobarkan semangat itu.