JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi belum mengungkap nama perusahaan yang terlibat dalam kasus anggota DPR RI dari Fraksi Hanura Dewie Yasin Limpo.
KPK menetapkan Dewie dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait proyek pembangkit listrik tenaga micro hydro di Kabupaten Deiyai, Papua, dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016.
Dalam kasus ini, seorang pengusaha bernama Setiadi turut ditangkap dan dijadikan tersangka. Namun, KPK belum mengungkap dari perusahaan mana ia berasal.
"Di kertas yang saya pegang tidak disebut," ujar pimpinan sementara KPK Johan Budi saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/10/2015).
Saat ditanyakan kembali pada Kamis (22/10/2015), Johan mengaku masih belum mengetahuinya. Namun, menurut dia, pihak swasta itu berasal dari perusahaan setempat. (baca: Ini Kronologi Penangkapan Dewie Yasin Limpo dkk)
"Saya belum dapat info. (Perusahaannya) dari Papua," kata Johan.
Dihubungi terpisah, pimpinan sementara KPK Indriyanto Seno Adji juga belum dapat memberikan informasi.
"Tidak hafal namanya," kata Indriyanto.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Devianto selaku ajudan Setiadi, sekretaris pribadi Dewie bernama Rinelda Bandaso, staf ahli Dewie bernama Bambang Wahyu Hadi, serta Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Papua, Iranius sebagai tersangka.
KPK menangkap Setiadi, Devianto, Iranius, dan Rinelda di sebuah restoran di kawasan Kelapa Gading usai melakukan transaksi.
Di lokasi KPK menyita uang sebesar 177.700 dollar Singapura yang dibungkus dalam kemasan makanan ringan.
KPK juga mengamankan sejumlah dokumen dan telepon genggam di lokasi tersebut. Tidak lama kemudian, sekira pukul 19.00 WIB, petugas KPK bergerak ke Bandara Soekarno-Hatta dan menangkap Dewie dan Bambang.
Mulanya KPK juga menangkap pengusaha bernama Harry, ajudan Setiadi bernama Devianto, dan seorang supir rental mobil. Namun, ketiganya dilepaskan karena dianggap tidak memenuhi unsur pidana.
Diduga, Irianus dan Setiadi menyuap Dewie sebagai anggota DPR agar memasukkan proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, ke dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016.
Johan mengatakan, pemberian kepada Dewie itu merupakan pemberian pertama dan masih 50 persen dari komitmen fee.
"Rencananya, dari informasi yang diterima penyidik KPK, akan ada pemberian lain. Tapi ini langsung ditangkap KPK," kata Johan.
Atas perbuatannya, Iranius dan Setiadi dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Pasal 20 Tahun 2001 KUHP. Sementara Dewie, Bambang, dan Rinelda sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.