Oleh: Siswono Yudo Husodo
JAKARTA, KOMPAS - Tanggal 20 Oktober 2015, genap setahun Joko Widodo menjabat presiden. Didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintahan yang dipimpinnya telah menjalani beragam ujian.
Dari segi politik, tantangan terbesarnya adalah mengelola pemerintahan dengan dukungan minoritas di DPR, pengalaman pertama bagi Indonesia, negara presidensial multipartai. Pemerintah, tecermin dari komposisi kabinet, didukung empat parpol (PDI-P, PKB, Nasdem, dan Hanura) pemilik 207 kursi (39,97 persen) di DPR. Ketegangan politik antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) diawali aksi KMP menyapu posisi pimpinan DPR dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Ketegangan itu mereda setelah Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar memiliki kepengurusan kembar. Belakangan PAN menyatakan ingin mendukung pemerintahan.
Mengatasi tantangan berat di awal
Politik amatlah dinamis. Dalam menyusun kabinet pertamanya, terlihat Presiden Jokowi mengalami tekanan akibat keharusan mengakomodasi figur parpol yang menomorduakan kompetensi. Masyarakat menilai, beberapa pembantunya bukan the right man on the right place yang belum pernah terdengar karya dan gagasan besarnya. Sampai medio 2015, penyerapan anggaran APBN 2015 sangat rendah, masih di bawah 30 persen, karena struktur kabinet berbeda dengan nomenklatur anggaran yang disusun oleh pemerintah dan DPR sebelumnya, terutama pada 13 kementerian yang mengalami perubahan. Hal itu juga disebabkan oleh banyak pemerintah daerah yang kinerjanya rendah sehingga anggaran senilai Rp 273 triliun di seluruh Indonesia mengendap di rekening pemerintah daerah.
Ini pelajaran penting bagi negara agar pada waktu yang akan datang, tahun pertama pemerintahan baru sebaiknya menggunakan struktur pemerintahan yang sama dengan sebelumnya, supaya APBN yang disusun oleh pemerintah dan DPR sebelumnya dapat langsung dijalankan. Perubahan struktur pemerintahan jika diinginkan dilakukan setelahnya, bersamaan dengan penyusunan APBN tahun kedua. Menyusun organisasi suatu kementerian baru lengkap dengan direktur jenderal, direktur, kepala subdirektorat, kepala biro, dan kepala bagian memakan waktu yang lama. Bahkan, sampai sekarang, setelah satu tahun, ada beberapa dirjen yang belum dilantik.
Di bidang hukum, muncul kegaduhan karena gesekan antarlembaga penegak hukum, khususnya antara KPK dan Polri yang terlibat ketidaksepahaman atas sejumlah kasus. Ada tuduhan Polri melakukan kriminalisasi, sementara komisioner KPK dianggap memolitisasi.
Tantangan paling serius, pelemahan ekonomi. Situasi ekonomi global telah membuat kondisi perekonomian nasional beberapa bulan terakhir memprihatinkan. Berkurangnya penerimaan devisa dari ekspor komoditas primer (minyak, gas, batubara, emas, tembaga, sawit, dan karet) membuat neraca perdagangan defisit, nilai rupiah tertekan, pertumbuhan ekonomi menurun, dan cadangan devisa menyusut karena digunakan Bank Indonesia menjaga nilai rupiah.