Namun, di balik kesadaran tersebut, zinah tetap dianggap sebagai hal yang paling privat dalam kehidupan seseorang. Separuh bagian responden menyatakan khawatir, apalagi dengan wewenang yang dimiliki negara mengkriminalisasi seseorang yang terindikasi berzinah.
Sebagian besar (63,3 persen) responden juga tidak menolak jika pornografi diatur dalam KUHP. Namun, ketika ruang privasi warga negara menjadi terbuka lantaran pasal ini, ancaman terhadap kenyamanan pribadi muncul. Kelak, dengan KUHP yang baru, pemilik gawai bisa saja dikriminalisasi lantaran dicurigai menggunakan gawainya sebagai tempat penyimpanan materi pornografi.
Pengaturan santet sebagai materi KUHP menggelitik akal sehat. Meskipun fenomena santet ada di masyarakat, pembuktiannya sangat sulit dilakukan secara empiris. Karena itulah, hanya 35,7 persen responden yang setuju dengan masuknya santet sebagai salah satu pasal dalam KUHP. Jika dipaksakan, potensi kesewenang-wenangan negara terhadap rakyat semakin kuat lantaran tuduhan santet.
Ekspresi kekhawatiran yang muncul dari jajak pendapat ini merefleksikan rasa pesimis yang cukup dalam terkait kemampuan aparat penegak hukum untuk bertindak secara tegas dan profesional dalam menegakkan KUHP. Pemerintah juga perlu memperbaiki kinerja aparatnya agar otoritarianisme negara bisa dihindari. (Sultani/LITBANG KOMPAS)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Oktober 2015, di halaman 5 dengan judul "KUHP Bisa Mengekang Masyarakat".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.