Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P Tiba-tiba Mengaku Tak Tahu soal Aturan Umur KPK 12 Tahun

Kompas.com - 11/10/2015, 20:42 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengaku tidak sepakat dengan ketentuan di draft revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

(Baca: PDI-P Batasi Usia KPK 12 Tahun karena Terlalu Muak dengan Korupsi)

Dia mengklaim tidak mengetahui dari mana aturan tersebut berasal. Tetapi, PDI Perjuangan sepakat perlu dilakukan evaluasi secara periodik terhadap KPK, seperti yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Kita evaluasi sekiranya 10 tahun kedepan bangsa Indonesia belum jera korupsi, kita lakukan tindakan jauh dari awal. Bahkan kalau perlu dipertimbangkan secara seksama penetapan hukuman mati bagi pejabat yang terbukti korupsi dan salahgunakan kewenangan," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/10/201).

Kendati demikian, PDI-P mendukung penuh ketentuan lainnya yang ada dalam draft revisi UU KPK saat ini. Pertama, kata dia, yang harus dilakukan adalah memastikan keberadaan dewan pengawas KPK. Menurut dia, Ketua KPK Taufiqurahman Ruki hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah menyatakan kepada media bahwa mereka sepakat dengan keberadaan dewan pengawas ini.

Bahkan, Hasto juga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi sepakat dengan keberadaan Dewan pengawas. "Bagaimanapun juga, suatu institusi yang sangat powerfull yang memiliki tugas yang sangat penting, apalagi juga menjadi bagian peradaban kita dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, kalau tidak ada pengawasan ada kemungkinan penyalahgunaan," kata Hasto.

"Di masa lalu, kita tidak menutup mata bahwa ada orang per orang yang kemudian menyalahgunakan kewenangan ini. Karena tidak bisa menahan diri dengan kepentingan politik di luar," tambah Hasto tanpa menyebut orang yang dimaksud.

Kedua, kata dia, adalah ketentuan terhadap Surat Perintah Penghentian Penyidikan di KPK. Dia kemudian menyinggung bahwa komisioner KPK nonaktif, Bambang Widjojanto, juga ketika menghadapi persoalan hukum memerlukan adanya mekanisme ini.

"Bahkan saya mendengar bahwa ada salah satu tersangka KPK yang sudah tidak layak di tersangka, sudah stroke tetap dimintai keterangan karena tidak bisa dihentikan karena tidak ada mekanisme untuk itu (SP3). Padahal, hukum harus berdasrkan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, mekanisme SP3 itu juga diperlukan," ujarnya.

Ketiga, kata Hasto, adalah ketentuan tentang penyadapan. KPK tidak boleh tanpa aturan bisa menyadap siapa saja. Menurut Hasto, bagaimana pun juga di era liberal ini pengaturan soal penyadapan diperlukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Nasional
Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Nasional
Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Nasional
Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com