JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai janggal putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap terdakwa Udar Pristono. Kejaksaan berencana mengajukan banding atas kasus yang melibatkan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta itu.
"Agak aneh juga kan (putusan perkara Pristono) itu, maka kami akan ajukan banding nanti," ujar Prasetyo di kantornya, Jumat (9/10/2015).
Menurut Prasetyo, kejanggalan itu tampak pada pernyataan hakim di mana hanya ada satu dari tiga dakwaan yang dianggap terbukti, yakni menerima gratifikasi. Adapun dakwaan soal korupsi dan pencucian uang dinyatakan tak terbukti.
Prasetyo yakin betul bahwa penyidik Kejaksaan Agung telah memiliki bukti cukup terkait tindak pidana korupsi dan pencucian uang. "Itu salah satu kejanggalan dan aneh. Saya katakan aneh," kata dia.
Ia menyebutkan bahwa kejaksaan telah berencana mengajukan permohonan kasasi jika permohonan banding di pengadilan tinggi juga ditolak.
Pada 23 September 2015, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis eks Pristono dengan penjara lima tahun. Ia juga didenda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Hakim menyatakan bahwa Pristono tidak terbukti melakukan korupsi pengadaan bus dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Ia hanya terbukti menerima gratifikasi uang Rp 78 juta.
Atas putusan itu, Pristono juga mengajukan banding. Upaya itu dilakukan karena ia merasa seharusnya majelis hakim memutus bebas. Hal itu karena ada dua dakwaan soal korupsi dan pencucian uang sudah tidak terbukti. Adapun dakwaan gratifikasi dianggap meleset dari fakta yang ada.
Kuasa hukum Pristono, Tonin Tachta Singarimbun, mengatakan bahwa uang Rp 78 juta dari Direktur PT Jati Galih Semesta bernama Yedi bukanlah uang gratifikasi atas tender yang dimenangkan perusahaan itu. Uang itu adalah uang jual beli mobil milik Pristono.
"Mobil itu memang awalnya milik Dshub DKI, karena sudah tua, dilelang. Pristono beli. Beberapa bulan kemudian dia jual lagi. Kebetulan yang beli Yedi itu. Tapi itu tak ada kaitannya menang tender. Susah juga negara ini kalau semua dikait-kaitkan," ujar Tonin, Jumat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.