Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Mana Asal Draf Revisi UU KPK?

Kompas.com - 09/10/2015, 12:14 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Draf Rancangan Undang-Undang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi beredar saat rapat pleno Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015) lalu.

Namun, asal draf tersebut masih menjadi tanda tanya. Dari salinan draft yang diterima Kompas.com, pada halaman pertama bagian atas draft terdapat lambang kepresidenan dan tulisan Presiden Republik Indonesia.

Draf dari pemerintah

Ada yang menyebut, draf dengan kop Presiden RI itu, merupakan draf usulan pemerintah yang pernah diserahkan beberapa bulan lalu. Draf inisiatif DPR tak pernah mencantumkan kop Presiden RI.

Anggota Fraksi Nasdem yang juga menjadi turut menjadi pengusul revisi UU KPK, Taufiqulhadi mengatakan, draf yang beredar saat ini sebelumnya disampaikan pemerintah kepada DPR. Draf itu sempat didiskusikan bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly saat rapat Baleg pada Juni 2015 lalu.

"Draf itu mengadopsi draf pemerintah. Itu masih ada cap Presiden-nya," kata dia saat dihubungi, Jumat (9/10/2015).

Menurut Taufiq, draf usulan pemerintah itu belum pernah dicabut, meski Presiden Joko Widodo menyatakan menolak revisi UU KPK tersebut.

"Tidak ada permintaan cabut sampai sekarang. Karena Dirjen Perundang-Undangan saat itu mengatakan draf itu resmi dan tidak dicabut," kata Taufiq.

Senada dengan Taufiq, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, jika memang draf itu merupakan usulan DPR, seharusnya tak ada kop Presiden RI.

"Setahu saya, kalau inisiatif DPR tidak ada (kop Presiden). Contohnya RUU Disabilitas itu inisiatif DPR, tidak ada kop presidennya," kata Arsul.

Draf inisiatif hasil pembahasan DPR

Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan, draf yang beredar saat ini merupakan draf inisiatif hasil pembahasan DPR. Menurut dia, hingga kini pemerintah belum menyerahkan draf apapun terkait revisi UU KPK.

"Itu kan inisiatif DPR dan pemerintah belum ada," kata Bambang, saat dihubungi Kompas.com, Jumat.

Mengenai adanya kop Presiden RI pada berkas draf tersebu, ia mengaku tak mengetahuinya dan meminta untuk tak membesar-besarkan masalah tersebut.

"Namanya juga diskusi, mungkin saja kertas sobek lalu dipakai untuk oret-oretan (coretan). Kan bisa saja," ujarnya.

Menurut dia, hal tersebut bukan sesuatu yang substansial. "Namanya saja kop surat, Mas. Yo iso nggawe (bisa dibuat). Jadi kita tidak boleh berpersepsi atau berprasangka dulu," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi Sareh Wiyono mengatakan, pemerintah pernah mengusulkan agar revisi UU KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015. Namun, hingga kini belum menyerahkan draf dan naskah akademik revisi UU tersebut.

"Sehingga dari anggota mengusulkan agar ini bisa diselesaikan dan masuk ke dalam Prioritas 2015," kata Sareh.
 
Revisi UU KPK diusulkan 45 anggota DPR dari enam fraksi saat rapat pleno Baleg, Selasa lalu. Keenam fraksi itu yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PPP, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi Nasdem dan Fraksi Golkar. Mereka meminta agar revisi itu menjadi usulan inisiatif DPR dan masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com