Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Tidak Berlaku Surut, Putusan MK Dinilai Tidak Solutif

Kompas.com - 29/09/2015, 19:12 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan daerah dengan calon tunggal mengikuti pemilihan kepala daerah tidak solutif jika tidak berlaku surut.

Jika tidak berlaku surut, maka putusan MK tidak membatalkan penundaan pilkada di tiga daerah dengan calon tunggal, yakni Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Zainal, ada kalanya putusan MK bisa berlaku surut.

"Ada kala putusan MK berlaku surut, logisnya begitu. Saya tidak tahu MK putus dengan cara apa. Menurut saya diputus surut agar berguna untuk pilkada calon tunggal. Kalau MK putuskan berlaku ke depan, ya artinya tidak solutif, tidak selesaikan problem yang kita tahu," kata Zainal di Kampus Universitas Indonesia, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Zainal lantas mencontohkan kondisi yang memungkinkan putusan MK berlaku surut atau memengaruhi tindakan hukum yang dilakukan sebelum putusan itu terbit. Misalnya saja putusan yang berkaitan dengan pengujian pasal hukuman mati.

"Misalnya gini, ada orang dihukum mati, dia uji pasal hukuman mati. MK batalkan. Kalau tidak berlaku surut ya percuma, dia tetap dihukum mati," ujar Zainal.

Terkait putusan MK yang mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju", Zainal menilai bahwa aturan ini menyisakan permasalahan baru terkait mekanisme pelaksanaannya.

Ia menilai mekanisme pemilihan dengan kolom setuju atau tidak setuju seperti yang ditetapkan MK tersebut memerlukan pembahasan lebih jauh karena mekanisme pemilihan semacam itu tidak diatur detil dalam undang-undang. Apalagi jika dalam putusannya MK tidak mengatur detil mekanisme pemilihan tersebut.

Untuk itu, menurut Zainal, pemerintah bersama dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawasan Pemilihan Umum, DPR, dan pihak terkait lainnya perlu berembuk untuk membahas mekanismenya lebih jauh. Zainal juga menilai metode bumbung kosong lebih sederhana dibandingkan dengan mekanisme semacam referendum tersebut.

"Saya sih harap MK tidak lakukan terobosan dengan referendum, misal lawan kotak kosong. Bisa dibuat mekanismenya tapi MK sudah katakan itu, referendum, kelihatan populis tapi masalah besar itu soal mekanisme," kata dia.

Kendati demikian, Zainal mengaku belum membaca detail putusan MK tersebut.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".

Mahkamah Konstitusi sebelumnya menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".

Sebelumnya, pemohon dalam uji materi ini, yaitu pakar komunikasi politik Effendi Gazali, meminta agar MK memberikan mekanisme baru dalam pemilihan kepala daerah bagi calon tunggal. Ia meminta agar dalam putusannya, MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal menggunakan kotak kosong dalam surat suara.

Sementara itu, majelis hakim MK tidak sependapat dengan mekanisme bumbung kosong yang diajukan pemohon. "Sebab pemilihan satu paslon seharusnya upaya terakhir setelah pencalonan dilakukan dengan sungguh-sungguh," ujar hakim Suhartoyo, dalam sidang putusan, di Gedung MK, Jakarta siang tadi.

Suhartoyo mengatakan, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan.

Menurut Suhartoyo, apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, maka calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kamil - Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Kamil - Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Nasional
Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Nasional
Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Nasional
Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Nasional
1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

Nasional
Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Nasional
PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

Nasional
Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Nasional
Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Nasional
Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Nasional
Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Nasional
Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com