Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi IV Berencana Bentuk Panja Perlindungan Nelayan

Kompas.com - 18/09/2015, 21:40 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi IV DPR berencana membentuk panitia kerja untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Hal itu menyusul adanya rekomendasi Ombudsman terkait dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets).

"Komisi IV sepakat membentuk Panja Perlindungan Nelayan," kata anggota Komisi IV DPR Ikhsan Firdaus saat audiensi dengan sejumlah nelayan asal Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (18/9/2015).

Ombudsman sebelumnya menerima pengaduan dari Sadino, nelayan asal Jawa Tengah, yang menyesalkan penerapan peraturan menteri tersebut. Sebab, sebelumnya peraturan itu disebut tidak pernah disosialisasikan.

Ombudsman kemudian mengeluarkan rekomendasi Nomor: 0006/REK//0201.2015/PBP-24/VI/2015 tertanggal 25 Juni 2015. Namun, Ikhsan mengatakan, hingga kini Menteri Susi tak menjalankan rekomendasi tersebut. Padahal, Pasal 38 ayat (1) dan (2) UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman mewajibkan kepada setiap terlapor, dalam hal ini KKP untuk melaksanakan rekomedasi paling lambat 60 hari sejak rekomendasi diterima.

"Pasal 38 ayat (3) UU yang sama, dalam hal rekomendasi tidak dilaksanakan, maka Ombudsman dapat mempublikasikan dan menyampaikan laporan kepada DPR dan Presiden," ujar Ikhsan.

Ia menambahkan, pembentukan panja dilakukan karena akibat keberadaan permen tersebut, banyak nelayan yang dirugikan. Bahkan, ada sejumlah nelayan asal Cilincing, Jakarta Utara yang ditahan karena tidak mengindahkan aturan itu. "Rencananya Selasa depan kita akan panggil Menteri Susi," ucapnya.

Penjelasan Susi

Susi Pudjiastuti pernah menjelaskan, penggunaan trawl oleh kapal-kapal besar selama ini memiliki efek yang dahsyat terhadap ekosistem bawah laut. Kerusakan parah akan jelas terlihat setelah alat tangkap itu digunakan.

"Karena lihat kerusakannya itu luar biasa. Makin efektif alat tangkap itu, makin kejam sama ekosistem," kata dia.

Bahkan, lanjut Susi, apabila trawl ditarik dengan menggunakan kapal 800 GT dengan luas 100 kilometer, dipastikan kerusakan ekosistem bawah laut akan lebih parah. Karena itu, Susi memilih mengundurkan diri dari jabatannya saat ini daripada membiarkan penggunaan alat penangkap ikan (API) pukat hela (trawl) dilegalkan. (Baca juga: Kalau "Trawl" Dilegalkan, Menteri Susi Memilih Mundur)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com