JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah tokoh adat Suku Amungme, Papua, kembali mengadukan tuntutannya kepada Staf Khusus Kepresidenan yang juga merupakan Kepala Lembaga Adat Papua, Lenis Kogoya, Selasa (15/9/2015) siang.
Mereka kembali mendesak PT Freeport Indonesia untuk memberikan biaya ganti rugi atas pengelolaan lahan tanah adat yang sudah ditempati Freeport sejak tahun 1967. Total tuntutan yang diminta warga sebesar 20,8 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 288 triliun.
Lenis menjelaskan bahwa pihaknya sudah tiga kali berusaha memediasi pertemuan, yakni pada tanggal 29 Juni, 11 September, dan hari ini. (Baca: Izin Ekspor Diberikan, ESDM Pantau Investasi Freeport)
"Berdasarkan hasil pengaduan dari Suku Amungme, menyangkut pengelolaan wilayah pertambangan PT Freeport Indonesia lebih kurang 48 tahun, menurut pemilik wilayah, belum pernah dibayar sebagai kompensasi," ujar Lenis.
Adapun luas lahan yang kini dikuasai perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mencapai 212.000 hektar. Sejak pertemuan mediasi antara Suku Amungme dan Freeport, sebut Lenis, pemerintah memutuskan memberi waktu kepada Freeport untuk menjawab tuntutan itu dalam tiga bulan.
Pada tahap awal, pemerintah hanya meminta Freeport menyiapkan laporan mengenai hal-hal yang sudah dilakukan perusahaan itu untuk warga Papua, mulai dari beasiswa, pembangunan infrastruktur, hingga ganti rugi. Namun, laporan itu tak kunjung dibuat. (Baca: Menteri ESDM: Kita Kadang Mundur dengan Menyakiti Diri Sendiri...)
Belum lagi, Suku Amungme semakin kesal karena belum ada respons positif dari Freeport soal tuntutan itu.
"Yang selalu datang ini levelnya di bawah sehingga mereka tidak bisa buat keputusan. Presiden direkturnya tidak pernah datang kemari," kata Lenis.
"Jadi, saya tidak akan beri waktu lagi. Saya akan sampaikan laporan ke Presiden (Joko Widodo) apa adanya, tidak lengkap. Biar saja Freeport lapor sendiri ke Presiden," lanjut Lenis.
Doren Wakarua, Asisten I Gubernur Papua, yang juga turut hadir dalam pertemuan itu, mendesak Freeport untuk segera menyelesaikan kewajibannya.
"Freeport Indonesia harus kerja profesional. Freeport memang untuk siapa? Untuk pihak asing. Ya, kepentingan Indonesia harus diperhatikan, dong. Hak-haknya harus dibayarkan," ucap Doren.
Dia menyebutkan, hingga saat ini tidak ada peran Freeport dalam membanguan rakyat di sekitarnya. Padahal, sudah puluhan tahun, kata dia, perusahaan itu mengeruk harta berlimpah dari Bumi Cenderawasih. Jika dibandingkan dengan wilayah areal Freeport, kemiskinan masih dirasakan oleh warga di sana.
Menurut Doren, saat rumah-rumah warga banyak yang ambruk karena bangunannya tak kokoh, Freeport tak datang membantu. Dia pun kesal dengan ketidakseriusan Freeport dan juga pemerintah pusat dalam mengawal kepentingan warga Amungme.
"Kami menyesal karena Presdir Freeport tidak hadir, dari ESDM tidak hadir. Jadi, ini seperti simalakama. Diurus enggak diurus, ya enggak ada urusan," sindir Doren.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.