Perencana strategis KPK, yang telah dibuat, misalnya, memilih penindakan dan pencegahan korupsi di bidang sumber daya alam (SDA). Bidang ini dianggap sangat strategis untuk menyelamatkan sumber kesejahteraan bangsa. Jika demikian, KPK harus memperkuat pendekatannya dalam menangani penindakan dalam bidang yang jadi karakter dari persoalan di bidang ini.
KPK telah melakukan beberapa studi tentang korupsi di wilayah SDA dan mendapatkan bentuk-bentuk korupsi dan persoalan lemahnya tata kelola di bidang ini. Namun, KPK harus tahu jauh lebih banyak, seperti bagaimana para aktor korup berjaringan dan memanfaatkan sistem/aturan yang ada, serta bagaimana lembaga-lembaga publik yang terkait selama ini terkait dalam kelemahan sistem yang ada. Aspek konstruksi kasus dan penyidikan dalam bidang ini juga akan berbeda di bidang ini.
Isu besar lain yang sering terangkat adalah bagaimana menjalankan dua bidang pencegahan dan penindakan. Selama ini telah muncul pandangan bahwa kedua bidang ini harus berimbang dan terintegrasi. Namun, belum banyak pemikiran yang diangkat, pada tingkat konseptual dan penerapan bagaimanakah keduanya saling menguatkan yang lain. Dengan demikian, pertanyaannya adalah bagaimana penindakan akan mendorong perbaikan sistem pencegahan; dan bagaimana pencegahan akan memudahkan penindakan?
Pencegahan seharusnya memanfaatkan "ruang yang terbuka" akibat adanya penindakan. Korupsi di pemerintah daerah atau di suatu lembaga pemerintah akan menciptakan kondisi "guncang" akibat adanya salah satu rantai jaringan korupsi diambil. Ruang terbuka ini bisa dimanfaatkan KPK untuk masuk memfasilitasi perbaikan sistem. Jika dibiarkan, jaringan korup yang ada akan melakukan konsolidasi lagi. Karena itu, dalam penindakan KPK harus melakukan pilihan strategis bagi lembaga yang ingin diperbaiki.
Ada pemikiran, untuk kondisi Indonesia, KPK harus fokus pada korupsi yang terjadi di lembaga penegak hukum, seperti peradilan dan kepolisian. Hal ini didasarkan pertimbangan kedua lembaga ini paling mendasar dalam upaya melawan korupsi. Pemikiran ini mungkin benar. Tapi, dalam kondisi sekarang, untuk melakukan strategi ini KPK harus dapat dukungan politik besar dari elite politik, organisasi masyarakat, dan pimpinan di kedua lembaga itu sendiri.
Lebih realistis dalam kondisi saat ini adalah KPK menggunakan strategi memotong sumber daya korupsi yang dilakukan aktor elite partai yang menggunakan pengaruh politik untuk mengambil sumber daya di sektor negara. Caranya adalah memperbaiki tata kelola lembaga negara yang "basah" dengan mendorong dibuatnya sistem peringatan (alert system). Sistem dalam suatu lembaga ini diperbaiki koneksinya dengan sistem-sistem lain yang ada, seperti BPK, PPATK, dan Ditjen Perpajakan. Tentu lembaga lain ini harus menjalankan perbaikan sistem juga agar dapat menanggapi jaringan pengawasan bersama.