Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Menolak Lupa untuk Selesaikan Kasus Munir

Kompas.com - 07/09/2015, 17:15 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa pemerintah memberikan perhatian pada kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Perhatian yang sama juga diberikan pada kasus pelanggaran berat HAM.

"Memang persoalan ini menjadi sangat pelik, tapi apapun itu kita berkewajiban, kita menolak untuk lupa dalam persoalan seperti ini. Bukan hanya persoalan Munir, tapi juga persoalan lain," kata Pramono, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (7/9/2015).

Pramono menuturkan, pemerintah sangat ingin dalang utama kasus pembunuhan Munir terungkap. Akan tetapi, ia menyerahkan penegak hukum untuk melakukan hal tersebut.

Menurut Pramono, penyelesaian kasus pembunuhan Munir menjadi pekerjaan rumah pemerintah saat ini dan pemerintahan sebelumnya. Untuk saat ini, ia hanya mampu memastikan bahwa pemerintah tidak akan lupa memberi perhatian pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

"Tentunya keinginan pemerintah sekarang ataupun yang sebelumnya sungguh-sungguh mengungkap itu. Tapi kalau kemudian belum terungkap dalang utamanya, tentunya bukan kami yang bertugas untuk mengungkap itu, tentunya penegak hukum," ujar Pramono.

Para pegiat hak asasi manusia meminta Presiden Joko Widodo menunjukkan keberanian dalam mengungkap keterlibatan kalangan elite di sekitarnya dalam kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir Said Thalib. Jokowi diminta mengutamakan penegakan hukum dan HAM ketimbang soal balas budi.

Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, 11 tahun kasus Munir yang selalu stagnan merupakan kewajiban negara yang harus dituntaskan dari sisi penegakan hukum dan HAM secara konsisten. Kasus tersebut tak cukup jika hanya dijawab dengan mengadili pelaku yang beroperasi di lapangan, tetapi juga mencari dan mengadili semua yang menjadi otak di balik pembunuhan Munir.

Hasil penelusuran Tim Pencari Fakta yang pernah dibentuk pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono misalnya, menjelaskan bahwa kasus pembunuhan Munir melibatkan lebih dari satu pelaku, bahkan melibatkan Badan Intelijen Negara. Pembunuhan itu disebut terjadi atas motif politik.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, salah satu orang yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus Munir adalah AM Hendropriyono, orang dekat Jokowi. Dalam suatu wawancara dengan jurnalis investigasi Allan Nairn, mantan Kepala BIN itu menyebutkan bahwa ia siap bertanggung jawab dalam kasus Munir. (Baca: 11 Tahun Kasus Munir, Jokowi Diminta Berani Ungkap Dalang Pembunuhan)

"Jokowi jangan sampai tersandera pada orang-orang seperti Hendropriyono. Sudah terbukti, Munir dibunuh lewat agen intelijen pada masa Hendropriyono. Jangan sampai Jokowi merasa berutang budi," kata Haris.

Munir dibunuh dengan racun yang dimasukkan ke dalam makanannya dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam dengan pesawat Garuda Indonesia GA 974 pada 7 September 2004. Dalam pengadilan kasus itu, mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, divonis penjara selama 14 tahun, dan telah bebas bersyarat seusai menjalani masa hukuman 8 tahun.

Meski demikian, bagian inti kasus ini masih menjadi misteri karena auktor intelektualis di balik pembunuhan tersebut belum terkuak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com