Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU ITE, Demokrasi, dan Dunia Maya

Kompas.com - 11/08/2015, 15:07 WIB

Oleh: Haryo Damardono

JAKARTA, KOMPAS - Sekitar tahun 1930-an, koran Daulat Rakjat dikenal sebagai episentrum dari perdebatan para pemikir, pemerhati, hingga pemimpin bangsa. Bung Hatta memang berniat menjadikan artikel-artikel di Daulat Rakjat sebagai media pendidikan kader.

Tidak heran apabila Daulat Rakjat banyak memuat artikel yang memancing pro-kontra dan menjadi polemik di masyarakat. Apabila tulisan membuka wawasan bersama, polemik mengkristalkan pemikiran dari sejumlah pihak demi kebaikan bangsa dan pergerakan kemerdekaan.

Polemik di media cetak ketika itu berlangsung sedemikian sehat. Perdebatan diletakkan dalam konteksnya. Tidak ada pihak yang mendendam terhadap kontra opini dari pihak lain.

Dulu, warga masyarakat, terutama kaum terdidik, memang terbiasa bantah-berbantah di surat kabar. Namun, kini, ada istilah demokrasi di ruang digital. Lambat laun demokrasi digital menjadi alternatif dari diskursus di ruang media cetak dan diskusi melalui pertemuan langsung seperti yang terjadi di warung kopi.

Diskusi di warung kopi secara umum tentu lebih asyik dibandingkan dengan diskusi di media masa atau media digital. Namun, kemacetan di kota-kota besar menyulitkan perjalanan menuju warung-warung kopi.

Dalam perkembangannya, diskusi di ruang digital juga punya nilai positif karena menjangkau lebih banyak khalayak.

Ancaman

Persoalannya, tukar-menukar pemikiran atau sekadar pernyataan sikap melalui perangkat gawai ternyata dibatasi regulasi, yaitu lewat hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam perkembangannya, UU No 11/2008 tak sekadar mengatur, tetapi juga menebarkan ancaman. Ancaman itu datang dari Pasal 27 Ayat 3 UU ITE yang berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Pasal 45 UU No 11/2008 menyebutkan, setiap orang yang melanggar Pasal 27 Ayat 3 diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Korban dari UU ITE itu tidak sekadar masyarakat biasa saat berhadapan dengan pemerintah, instansi tertentu, atau sebuah raksasa bisnis. Namun, UU ITE juga mengancam seseorang dalam relasinya dengan orang lain.

Tidak heran apabila kemudian ada kasus seorang teman melaporkan temannya akibat percakapan di Facebook, seorang warga ditahan hanya karena dinilai menghina seorang politisi, dan seorang ibu rumah tangga dipolisikan oleh atasan suaminya.

Dalam memproses dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita, polisi juga menggunakan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

Forum Demokrasi Digital mencatat, sejak pemberlakuan UU ITE tahun 2008, setidaknya ada lebih dari 70 kasus dilaporkan. Tidak jarang, terlapor harus dirampas kemerdekaannya dengan dibui.

Penahanan

Wahyudi Djafar dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai, ancaman pidana penjara paling lama enam tahun sebagai nilai negatif dari Pasal 27 Ayat 3 UU ITE.

"Terlapor menjadi amat mudah ditahan. Siapa pelapornya? Mereka bisa berbagai pihak, seperti kepala daerah, politisi, dan pengusaha," ujar Wahyudi.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), polisi dapat langsung menahan tersangka yang diancam hukuman pidana lebih dari lima tahun. Ketentuan itu yang dijadikan senjata untuk membuat jera seseorang sebelum dapat dibuktikan apakah bersalah atau tidak. Penahanan seolah menjadi tujuan.

Uji materiil ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE telah gagal. Untungnya, pemerintah menyadari sisi negatif aturan itu dan berupaya merevisi Pasal 27 Ayat 3 UU ITE.

Dalam sebuah dialog bertajuk kemerdekaan berekspresi di media sosial pada awal 2015, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara meminta supaya revisi terhadap UU ITE dipusatkan pada pasal-pasal terkait pencemaran nama baik.

Persoalannya, draf revisi dari pemerintah hanya berupaya menurunkan sanksi pidana penjara dari enam tahun menjadi empat tahun. Dengan demikian, tertutup kesempatan bagi penegak hukum untuk langsung menahan seorang tersangka karena diduga melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU ITE.

"Draf itu belum diterima DPR. Kami belum dapat mengkajinya," kata anggota Komisi I DPR, Meutya Hafid. UU ITE telah ditetapkan sebagai UU Program Legislasi Nasional prioritas tahun 2015.

Revisi UU ITE, yang mungkin segera dibahas seiring mulai bersidangnya para wakil rakyat pada pertengahan Agustus ini, dengan demikian setidaknya akan menguji seberapa besar komitmen kita untuk menumbuhkembangkan demokrasi dengan mempersilakan orang bebas berpendapat.

Pada akhirnya, kita berharap media sosial menjadi ekspresi dari masa depan kita. Tentu saja ada etika yang harus dijaga dalam menggunakan media sosial. Namun, etika adalah etika sehingga jangan ada sebuah regulasi yang justru meneror kita.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Agustus 2015, di halaman 5 dengan judul "UU ITE, Demokrasi, dan Dunia Maya".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Nasional
Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Nasional
Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Nasional
Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Nasional
KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Nasional
MKD Bakal Panggil PPATK Soal Anggota DPR Main Judi Online

MKD Bakal Panggil PPATK Soal Anggota DPR Main Judi Online

Nasional
PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

Nasional
MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

Nasional
KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

Nasional
Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Nasional
PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

Nasional
Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com