Dari gambaran itu tampak dinamika polisi yang sedang berlangsung dalam proses politik sekarang ini belum mencerminkan sebuah paradigma polisi sipil dalam sistem bernegara yang bertumpu pada masyarakat sipil yang kuat. Seiring hal itu, elite polisi pun masih kuat mempertahankan otonomi kepolisian secara luas, posisi kepolisian di bawah presiden, mempertahankan struktur vertikalistis dalam fungsi, tugas, peranan, kewenangan dan pengawasan, serta kewenangan yang bersifat otonom dalam memenuhi kebutuhan dan pemenuhannya (exclusive).
Kondisi demikian sesungguhnya menggambarkan hakikat kepolisian yang masih merupakan bagian dari rezimentasi kekuasaan negara yang cenderung menjauhkan diri dari kapasitas kontrol masyarakat.
Bahkan, lebih jauh bisa dikatakan model kepolisian seperti ini meletakkan dirinya sebagai aktor yang berada di atas masyarakat dan menjadi salah satu sumber pengendalian kekuasaan negara. Sampai di sini tentu sulit menemukan jawaban menggembirakan atas upaya bagaimana membangun polisi sipil dalam wilayah masyarakat sipil yang kuat.
Dari analisis masalah kepolisian di atas konsekuensi strategis untuk membangun polisi sipil di masa depan yang perlu diperhatikan mulai saat ini adalah: (1) legitimasi Polri dalam UU Kepolisian didudukkan secara seimbang antara otoritas negara dan otoritas masyarakat sipil, (2) fungsi utama kepolisian adalah pengelola kamtibmas, di samping penegak hukum, dan community based policing merupakan pendekatan dengan masyarakat adat/lokal, (3) struktur kepolisian disusun non-vertikalistis, sesuai sifat pluralisme masyarakat, dan (4) nilai-nilai Tri Brata menjadi landasan kepemimpinan ataupun seluruh aspek organisasi dan manajemen kepolisian.
Belum mendasar
Pandangan ini sama sekali tak bermaksud tak menghargai kemajuan atas upaya penting yang telah dilakukan elite kepolisian dalam memperbaiki citranya. Namun, jika melihat upaya-upaya yang telah dilakukan tampak belum cukup mendasar dalam membangun polisi sipil ketika diletakkan pada konsepsi kepolisian dalam ruang negara yang masih mendekap dirinya sebagai instrumen politik.
Karena itu, untuk mewujudkan polisi sipil diperlukan "kebijakan politik" sebagai keseriusan pencapaiannya. Di sisi lain, pihak kepolisian sendiri mesti berani ambil sikap untuk melepaskan diri dari pembiusan politik yang sangat diharamkan dalam negara demokrasi.
Bambang Widodo Umar
Guru Besar Sosiologi Hukum FISIP-UI; Pengamat Kepolisian