Menurut ahli hukum pidana, Chaerul Huda, seorang penyidik tidak dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan dari saksi mahkota. Apalagi, menurut dia, jika penetapan tersangka tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan baru yang diterbitkan penyidik.
"Harus diambil lagi keterangannya berdasarkan sprindik barunya. Saksi mahkota yang sebenarnya sama-sama jadi pelaku, tak bisa hanya berdasarkan keterangan saksi mahkota saja," kata Chaerul, saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan yang diajukan Dahlan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/7/2015).
Selain Chaerul, Dahlan menghadirkan dua saksi ahli lain yang juga merupakan ahli hukum pidana, yaitu Mudzakir dan Made Darma Weda. Keduanya pun memberikan keterangan sama. Menurut mereka, penyidik tak dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi mahkota.
"Tidak semua saksi dapat dijadikan alat bukti dan tidak etis apabila keteranahn saksi yang statusnya sudah menjadi tersangka diambil seluruhnya," kata Made.
Sementara itu, anggota tim hukum Kejati DKI, Mochammad Sunarto mengatakan, penggunaan keterangan saksi mahkota sebagai salah satu alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka hingga kini masih menjadi perdebatan.
"Itu debatable. Saksi mahkota itu dapat kita jadikan alat bukti. Banyak kasus korupsi dan pidana umum yang menggunakan saksi mahkota sebagai saksi karena KUHAP tidak mengenal saksi mahkota," ujarnya.
Ada pun Pasal 1 ayat (26) KUHAP menyatakan 'Saksi adalah orang yang dapat memberikam keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri'.
Penyidik, kata Sunarto, berkeyakinan tidak perlu melakukan penyidikan baru terhadap kasus Dahlan. Pasalnya, penyidik telah menemukan adanya peristiwa pidana yang diduga dilakukan mantan Menteri BUMN itu sebagai dasar untuk menetapkannya sebagai tersangka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.