JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Jojo Rohi berpendapat bahwa syarat yang ditetapkan bagi partai politik yang bersengketa agar bisa mengikuti pilkada serentak, memiliki risiko besar bagi Komisi Pemilihan Umum. Syarat tersebut dinilai menghilangkan legitimasi pelaksanaan pilkada.
"KPU sebenarnya melakukan terobosan, tapi melanggar undang-undang, karena undang-undang tidak mengizinkan ada dua kepengurusan parpol. Ini rawan untuk digugat, nantinya legitimasi pilkada bisa terancam," ujar Jojo kepada Kompas.com, Kamis (16/7/2015).
Jojo mengakui bahwa KPU sebenarnya telah berusaha memikirkan jalan keluar bagi partai yang memiliki dualisme kepengurusan. Namun, apa yang disepakati oleh KPU, Bawaslu, DPR, dan pemerintah sepertinya bukan solusi yang terbaik. (baca: Mengakomodasi Parpol Berkonflik Saat Pilkada Diyakini Bakal Timbulkan Keributan)
Rapat pleno KPU, yang digelar hingga Rabu (15/7) dini hari, memutuskan merevisi Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Pilkada. Dengan revisi ini, Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan yang masih berkonflik dapat mengajukan pasangan calon di pilkada.
KPU menambahkan tujuh ayat pada Pasal 36 PKPU Nomor 9/2015. Tambahan ayat itu menjelaskan bahwa islah kepengurusan tak bisa dicapai, parpol dengan dua kepengurusan bisa ikut pilkada. Caranya, dua kepengurusan di parpol itu mengajukan satu pasangan calon yang sama.
Jojo mengkhawatirkan, KPU akan banyak digugat oleh peserta maupun pemilih yang merasa dirugikan dengan hasil perhitungan jumlah suara. Para penggugat dapat berdalih dengan mempertanyakan legitimasi pilkada.
"KPU sendiri bisa dilaporkan ke DKPP karena dianggap membuat aturan yang melanggar undang-undang. Pihak-pihak terkait kalau ada yang kalah bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi," kata Jojo.
Menurut dia, KPU sebaiknya memperhitungkan dampak suatu aturan tidak hanya bagi kepentingan peserta atau pemilih, tetapi juga bagi penyelenggara pilkada. Kesalahan aturan justru dapat menyulitkan KPU di kemudian hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.