Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berebut Membangun Daerah Pemilihan...

Kompas.com - 13/07/2015, 15:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Lima belas tahun sebelum Indonesia merdeka, Bung Hatta sudah menulis, "Pemerintah harus banyak campur tangan dalam pelaksanaan ekonomi terpimpin dengan mengadakan petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi".

Bagi Bung Hatta, tidak ada yang lebih berbahaya dari kehadiran birokrasi yang rumit dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pelaksanaan ekonomi berpedoman pada prinsip murah, lancar, dan cepat, sangat bergantung pada birokrasi.

Persoalannya, puluhan tahun merdeka ternyata birokrasi bukan menjadi lebih sederhana. Atas nama perbaikan pelayanan dan demi percepatan pembangunan, birokrasi justru kian rumit. Kini, para wakil rakyat di Senayan, Jakarta, bahkan ingin berlagak seperti birokrat dengan mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan.

Tidak seorang pun bisa menyangkal sumpah anggota DPR yang berbunyi, "... Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili...."

Namun, di manakah letak perjuangan itu ketika usulan program pembangunan di daerah pemilihan (UP2DP) membuat anggota Dewan seolah punya hak veto menentukan item pembangunan?

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) jelas telah mengatur hak anggota DPR untuk mengajukan UP2DP. Akan tetapi, tidak semua fraksi menyetujui kehadiran UP2DP.

Ketidakadilan baru

Dalam Rapat Paripurna DPR, 1 Juli 2015, tiga dari 10 fraksi menolak tegas program pembangunan dapil. Ketiga fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Fraksi Partai Nasdem, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Bahkan, sejumlah anggota Fraksi Nasdem memilih meninggalkan ruang rapat paripurna (walk out) sebagai wujud penolakan UP2DP. Menurut para anggota Fraksi Nasdem, mereka ragu dana dapil mampu menciptakan pemerataan pembangunan.

Wakil Sekretaris Fraksi Nasdem Supiadin mencontohkan, jumlah anggota DPR di Pulau Jawa lebih banyak daripada Papua. Dengan skema dana dapil anggota DPR, tentu saja Pulau Jawa menerima anggaran lebih besar daripada Papua. Padahal, rakyat Papua justru sudah lama sekali tertinggal dalam pembangunan Indonesia.

Apabila direnungkan, dana dapil jelas menciptakan ketidakadilan baru bagi daerah. Peran Dewan Perwakilan Daerah selama ini seolah dikerdilkan sehingga ada ketidakseimbangan pembangunan karena lagi-lagi anggaran kembali terpusat di Pulau Jawa.

"Fraksi PDI-P akan konsisten menolak. Seandainya pemerintah menerima usulan program pembangunan dapil, kami tidak akan ikut memanfaatkan. Kami konsisten, tidak akan mengajukan usulan program," kata Wakil Ketua Fraksi PDI-P DPR Arif Wibowo, Rabu (8/7), di Jakarta.

 

Dana dapil DPR dinilai justru akan merusak prinsip-prinsip keuangan negara. Komposisi 560 anggota DPR akan menyulitkan alokasi anggaran pembangunan secara adil dan proporsional. Padahal, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla justru tengah gencar memacu pembangunan di luar Jawa demi keadilan dan kesejahteraan rakyat yang merata.

Selain itu, tidak ada yang bisa memastikan program pembangunan dapil dapat direalisasikan secara fungsional, tepat sasaran, dan efektif. Hal yang tak kalah penting adalah apakah benar dana dapil bisa menjawab persoalan ketimpangan pembangunan di daerah?

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, usulan dana dapil sudah diserahkan kepada Presiden Jokowi. Program tersebut diusulkan 291 anggota DPR yang berasal dari enam fraksi, yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Pemerintah menolak

Meski belum memberikan jawaban resmi kepada DPR, pemerintah sudah menyatakan akan menolak usulan dana dapil. Alasannya, hal itu bisa mengganggu alokasi anggaran yang sudah disusun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.

Fraksi PDI-P meminta pemerintah konsisten menolak usulan program pembangunan dapil. Arif menegaskan, konsistensi itu harus ditunjukkan dengan tidak mengakomodasi usulan dana dapil dalam RAPBN 2016.

Apalagi, Taufik Kurniawan sudah menyatakan, DPR tak akan memaksa pemerintah mengabulkan usulan dana dapil. "Apakah usulan program pembangunan dapil itu diakomodasi atau tidak, itu domain pemerintah. Kami tak akan bertentangan dengan pemerintah," katanya.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo punya pandangan menarik. "Terkadang, penting bagi kita untuk menolong warga di daerah tertentu di dapil. Ada kalanya sebuah desa tidak dibangun hanya karena tidak pernah memilih bupati bersangkutan," ujarnya.

"Apa kita tidak kasihan? Ada satu desa diaspal, desa lain tidak diaspal," ujar Bambang. Dia menegaskan, bukan berarti tidak pernah berjuang sebelumnya. "Kita sudah teriak-teriak, tetapi tidak didengar. Jadi, UP2DP ini penting. Ini lebih jelas daripada DPR harus lobi-lobi tak jelas," ujar Bambang.

Sesungguhnya, ketika DPR menampilkan prestasi yang mengesankan, boleh jadi rakyat dengan ringan mengabulkan hadirnya dana dapil. Persoalannya, sudah minim prestasi, ada pula dugaan dana dapil digunakan untuk membiayai kerja politik.

Andai DPR menginisiasi produk hukum tertentu guna mengatur dirinya sendiri terkait dana dapil, mungkin rakyat mau merestui. Produk hukum seperti apa? Misalnya, ketika kontraktor pelaksana program dana dapil ternyata mengorupsi program, yang katanya demi rakyat dapil, anggota DPR yang mengusulkan program itu dapat ikut dibui.

Kini, parlemen mulai reses. Inilah saatnya kita semua berhenti dan merenungkan dalam- dalam. Apakah sikap DPR berkukuh mengajukan dana dapil adalah langkah benar dalam membangun Indonesia yang adil dan beradab? Kita lihat saja. (HARYO DAMARDONO/ ANITA YOSSIHARA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juli 2015, di halaman 4 dengan judul "Berebut Membangun Dapil...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com