Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritual Agung Bernama Pulang Kampung

Kompas.com - 13/07/2015, 12:20 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

KOMPAS.com — Apa kabar kawan-kawan? Moga-moga Anda senantiasa diberi kebaikan oleh pemilik segala kebaikan: Tuhan.

Bagaimana Lebaran kali ini, apakah Anda juga pulang kampung atawa mudik, membawa serta keluarga menuju rumah tempat orangtua dan saudara-saudara kita bermukim di kampung atau kota kecil yang jauh dari hiruk-pikuk Jakarta?

Oleh satu sebab, saya tak mudik pada Lebaran tahun ini. Sedih? Tentu. Meski berbagai alat komunikasi sudah kita miliki, toh perjumpaan fisik tetap kita perlukan. Sebab, tak cuma suara atau gambar orang-orang terkasih yang kita perlukan saat Lebaran tiba, tetapi juga sentuhan, belaian, kecupan, pelukan, serta getar rindu dan tangis haru saat saling memaafkan; yang hanya bisa kita dapatkan dalam perjumpaan fisik.

Kali ini, saya cukup mengenang saja semua keindahan perjumpaan dengan kampung halaman, dengan ibu, adik-adik, serta kerabat dan handai tolan. Melalui kenangan itulah, setidaknya saya senantiasa menyimpan semangat untuk tetap ingat dengan kampung halaman, dan semoga Lebaran tahun depan saya bisa pergi mudik bersama jutaan manusia lainnya, menjumpai semua yang terkenang dan terkasih.

Saya sungguh bersyukur bahwa ternyata saya memiliki kampung. Sekali lagi, kampung! Sebuah tempat bagi saya untuk menemukan kembali kepingan-kepingan jiwa saya yang berantakan oleh kesibukan Kota Jakarta.

Kampung, ya kampung, nama lain untuk desa atau kelurahan yang merupakan satuan pembagian administratif daerah yang terkecil di bawah kecamatan/mukim/distrik/banua (benua). Kampung sebagai sinonim dari istilah desa ini dipakai di beberapa tempat. Di Lampung, istilah kampung dipakai di Kabupaten Lampung Tengah, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, Mesuji, dan Way Kanan; Papua; dan Kalimantan Timur (Berau dan Kutai Barat).

Kampung bagi saya adalah "rumah" untuk mengawali pergi dan pulang, serupa pusaka yang senantiasa terekam di benak dan hati kendati saya telah menjelajah ke tempat-tempat yang jauh. Sebab, di kampung itulah saya diajari kebaikan pekerti dan ketulusan hati.

Makanya, saya suka keheranan, manakala ada orang yang menyebut "kampungan" kepada orang yang kurang berbudi. Entah siapa yang memulai, orang kota sering berolok-olok kepada mereka yang norak dan tak tahu aturan dengan sebutan "kampungan!" Padahal, yang kerap tak tahu tata krama biasanya orang kota, kenapa sekali-sekali kita tak menyebutnya "kotaan", begitu?

Kata kampung, konon, diambil dari bahasa Portugis, campo, tempat perkemahan. Nama-nama daerah di Kamboja juga sering disebut kompong yang merupakan sebuah distrik yang sering kali dipakai sebagai nama provinsinya. Istilah kampung dalam bahasa Aceh disebut gampong, dan dalam bahasa Minang disebut kampuang.

Ya ya... pulang kampung adalah sebuah ritual agung khas orang Indonesia. Sebuah perjalanan paling akbar dan bahkan mungkin peristiwa migrasi paling besar di dunia setiap tahunnya.

Berdasarkan riset yang dihimpun Balitbang Kementerian Perhubungan, Menteri Perhubungan RI Ignasius Jonan mengatakan, jumlah penumpang pada musim mudik Lebaran 2015 diperkirakan 20 juta orang. Jonan juga memprediksi, akan terjadi kenaikan jumlah penumpang di semua moda transportasi, baik darat, laut, maupun udara.  Jumlah penumpang kereta api diprediksi 1-2 persen lebih banyak dibandingkan musim mudik Lebaran tahun lalu.

Ya, ya... dalam dua minggu ke depan, jutaan orang akan memenuhi jalanan menuju asal muasal cerita: kampung!

Mobil, kereta, pesawat, kapal laut, bus, dan motor dipilih orang sesuai selera mereka untuk mudik ke kampung halaman.

Kendati keluarga saya kerap berpindah tempat kala saya masih kecil hingga remaja, lokasinya masih di sekitar wilayah Jawa Tengah bagian selatan, tepatnya di eks Karesidenan Banyumas. Wilayah yang cukup jauh dari pusat kekuasaan negeri ini. Karenanya, saya merasa tetap masih memiliki kampung.

Pernah pada suatu masa, keluarga saya tinggal di sebuah perkebunan, lalu di perkampungan yang tandus. Keduanya di Kabupaten Cilacap. Kini, keluarga saya menetap di kota kecil bernama Wangon, Kabupaten Banyumas. Sebuah kota yang mendadak ramai tiap kali Lebaran tiba, lantaran berada di persimpangan jalan menuju Bandung, Cilacap, Yogyakarta, dan Tegal.

Di Wangon itulah kini ibu saya menghabiskan masa tuanya bersama beberapa adik yang tinggal di sekitar rumah ibu. Kiriman putra-putri dan uang pensiunan sebagai kepala sekolah dasar cukuplah bagi ibu untuk belanja sehari-hari, menyumbang orang hajatan, iuran RT, membayar pajak bumi dan bangunan, membayar listrik, telepon dan PAM, membeli jajanan untuk cucu-cucunya, serta pergi ke dokter apabila rematiknya kambuh.

Maka, jutaan warga republik ini, pada Lebaran kali ini pun, bagai semut yang merayap memenuhi jalur pantura dan jalur-jalur lainnya di negeri ini, baik lewat udara, darat, maupun laut, menuju lubang tempat awal keberangkatan berada: kampung!

Jalan berjejal, sengatan matahari, kemacetan berjam-jam, tak menyurutkan "semut-semut" yang sedang mencari jalan pulang ke rumah. Bahkan, sekian di antara mereka sedemikian abainya dengan keselamatan jiwa sendiri. Lihatlah, mereka yang berkendara motor dengan bawaan yang melimpah. Tak jarang mereka juga membawa serta anak kecil yang harus siap merasakan sabetan udara pantura yang panas kala siang, dingin pada waktu malam, dan tentu pula penuh jelaga polusi lantaran ribuan kendaraan merayap di sana saban detiknya.

Ya, ya… kampung, pada akhirnya memang tak lagi menunjuk pada sebuah tempat terpencil yang jauh dari peradaban metropolitan. Tak ada listrik, telepon, dan televisi. Cuma ada suara jengkerik dan belalang kala malam, atau lenguhan kerbau pada waktu siang.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH Petani tengah menuju sawahnya di perladangan di kawasan Danau Toba, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Jumat (17/4/2015).

Kampung kini telah berubah menjadi sebuah terminologi tempat kaum urban berangkat mencari kehidupan di kota-kota besar sekaligus tempat kembali buat tetirah dan bersilaturahim dengan sanak famili serta buat mengukur kesuksesan atau kegagalan.

Untunglah saya memiliki ibu yang tak pernah bertanya tentang berapa kini gaji saya, apa saja yang telah saya miliki selama tinggal di Jakarta. Ibu sudah cukup berbahagia jika tiap Lebaran saya bisa pulang. Kesehatan saya sekeluarga ketika bertemu ibu, kata beliau, sudah cukup membahagiakan hati.

Begitu saya tiba di rumah beliau, biasanya ibu berdiri di muka pintu dengan tangan terbuka, siap menyambut saya sekeluarga.

Ibu tak banyak bertanya. Beliau segera memeluk saya dengan sepenuh cinta. Demikianlah adanya tiap kali Lebaran datang, ibu dan kami anak-anaknya senantiasa digulung oleh gelombang keharuan yang datang dari samudra kasih sayang sepanjang waktu.

Di hadapan ibu, saya seperti menyaksikan segala perbuatan yang selama ini saya lakukan kepada ibu. Bagai jarum-jarum yang jatuh ke atas lantai, kesalahan-kesalahan saya bergemerincingan memenuhi hati saya.

Saya tahu, ibu tak berharap apa-apa dari saya. Namun rasanya, saya belum berbuat apa pun untuk membahagiakan ibu. Padahal ibu….

Seperti juga ibu Anda wahai kawan-kawan, dia adalah mata air kasih sayang yang mengaliri jiwa-jiwa kita sepanjang hayat.

Ah, maafkan saya, telah melibatkan Anda dalam keharuan mengenang ibu dan kampung saya. Begitulah, selama berada di kampung, saya biasanya juga merasa menjadi kanak-kanak kembali. Saya ketemu dengan teman-teman di kala sekolah dasar, bertemu dengan guru-guru saya yang kini telah sepuh. Sambil mengudap kacang bawang, kue nastar, dan wajik kiriman Bude Ar di ruang tamu, saya mengenang masa kanak-kanak bersama mereka.

Seperti daunan mangga di halaman rumah ibu yang rontok ke bumi tiap waktu, begitulah usia, berguguran dimakan zaman. Tiap kali selesai shalat Id, ketika para tetangga dan saudara datang ke rumah ibu untuk bersalaman, mendadak kami menyadari betapa kami tak lagi muda. Bapak saya telah mendahului kami semua menghadap Ilahi. Demikian halnya Pak Guru Paryono, para tetangga yang dulu turut mewarnai hidup kami, serta beberapa tetangga dan saudara, mereka telah banyak yang pergi lebih dahulu, berpulang.

Hmm… saya benar-benar bersyukur bahwa saya memiliki kampung yang menjadi akar tunggang yang menopang daun dan dahan kehidupan saya yang terus tumbuh bersama waktu.

Di luar urusan keluarga, teman, dan kerabat, saya juga pernah mendapatkan kehangatan dan keindahan dari para tetangga yang bergotong royong membangun rumah, suasana pengajian di mushala, kesenian kuda lumping, lengger, sintren, angguk, padi yang menguning di sawah dan tegalan, serta tentu saja kehidupan satwa dan rimbunnya pepohonan yang dulu mengepung kampung.

Selamat pulang kampung wahai kawan-kawan. Jaga keluarga kalian di jalan supaya selamat sampai tujuan, dan selamat pula saat arus balik seusai Lebaran nanti.

@JodhiY

keluarga saya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com