"Hellooo... apa kabar Pak Menteri Anis yang ganteng," Bu Ameng berkata kemayu.
"Sisa-sia dah anak kita belajar mati-matian kalau masa depannya cuma dipertaruhkan oleh empat soal," ibu yang lain bersuara.
"Mau sampai kapan kita akan begini?"
"Tahu akan begini kejadiannya, anak guwe mending ambil kejar paket, terus pas ujian beli jawaban soal deh."
"Kenapa sih enggak balik kayak dulu aja? Masuk SMP dan SMA pakai tes. Kecurangan memang masih ada, tetapi setidaknya bisa diminimalkan."
"Sikaaaattttt...," Ibu Aminah yang tak tahu lagi harus bicara apa mengakhiri obrolan ibu-ibu itu dengan satu kata provokatif yang panjang dan menggelegar.
Ya, ya.... Kisah kecurangan di seputar ujian nasional bukanlah barang baru. Tahun ini seperti mengulang tahun-tahun sebelumnya, pun tahun sebelumnya seperti mengulang tahun sebelum-sebelumnya juga. Entah keledai dungu macam apa kita ini karena selalu terperosok pada lubang yang sama, lubang yang itu-itu juga.
Pun pada ujian nasional tingkat SMA, kecurangan tak kalah ganasnya. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti membeberkan beberapa pola kecurangan yang berhasil terpantau oleh FSGI selama pelaksanaan ujian nasional untuk sekolah menengah atas dan sederajat sejak Senin, 13 April, hingga Rabu, 15 April 2015.
Retno menjelaskan, di Jawa Timur, khususnya Mojokerto dan Lamongan, ada laporan jual beli kunci jawaban UN. Harga kunci jawaban mencapai Rp 14 juta. "Para siswa saweran rata-rata sebesar Rp 50.000," kata Retno saat dihubungi Rabu, 15 April 2015.
Selain di Jawa Timur, di DKI Jakarta pun terjadi jual beli kunci jawaban antara Rp 14 juta dan Rp 21 juta. Para siswa juga dikoordinasikan untuk patungan antara Rp 50.000 dan Rp 100.000.
Seorang guru juga melapor telah berhasil mengunduh 30 jenis soal ujian nasional untuk jurusan IPA dari dunia maya. Soal yang bocor adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia. Dari 30 berkas dalam bentuk PDF itu, sang pelapor mengaku berhasil mengunduh sebanyak 25 berkas soal.
Menurut Retno, soal yang diunduh ternyata sama persis untuk wilayah Pemalang, Bandung, dan Jakarta. "Di Jakarta, beberapa soal sama, dibedakan angkanya saja. Kesamaannya mencapai 50 persen," katanya.
Modus lain dari kecurangan itu, siswa mencontek dengan menggunakan ponsel dan sobekan kecil. Ini terjadi di beberapa daerah, seperti Bekasi, Bogor, Bandung, Lamongan, dan Jakarta. Retno mengatakan, masih ada kecurangan yang dilakukan, dengan melibatkan tim sukses di sekolah ataupun dinas pendidikan setempat.
Tentu, di antara yang curang, ada juga yang berlaku jujur. Namun seperti kata pepatah di negeri ini, "kalau jujur, malah akan hancur". Itulah yang dialami oleh Muhammad Tsaqif Wismadi, siswa kelas III di SMA 3 Yogyakarta yang mendapat puluhan ancaman sehabis dia menulis surat elektronik (surel) yang ditujukan ke Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait bocornya materi soal Ujian Nasional (UN) 2015.
"Setelah saya mengirim surat itu dan tersebar di media sosial, ancaman banyak datang melalui Line dan Whatsapp, dari yang menanyakan alamat rumah sampai akan mengirim bom molotov ke rumah saya. Saya diam. Tidak saya tanggapi," kata Tsaqif seusai menerima pin "Berani Jujur Hebat" dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 22 April 2015.