JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri akhirnya menetapkan anggota Direktorat Tindak Pidana Narkotika, AKBP PN, sebagai tersangka pemerasan.
"Penetapan tersangkanya hari Senin (22/6/2015) kemarin," ujar Kepala Subdirektorat I Dittipikor Bareskrim Polri AKBP Ade Deriyan saat dihubungi, Kamis (25/6/2015).
Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung, AKBP PN dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bunyinya, "pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
"Kita memperkirakan, ancaman dia sembilan tahun kurungan penjara," ujar Ade.
Rencananya, penyidik akan memeriksa PN pada Kamis pukul 09.00 WIB. PN akan diperiksa pertama kali sebagai tersangka. (Baca: Polri Dianggap Tidak Transparan Tangani Kasus Pemerasan oleh AKBP PN)
Secara terpisah, Wakil Kepala Polri Komjen Budi Gunawan meminta penyidik Dirtipikor mempercepat pemberkasan anak buahnya tersebut. Budi memastikan, sambil menunggu proses pidana umum terhadap PN, proses kode etik turut berjalan.
"Saya minta cepat diproses. Pelanggaran kode etiknya jalan, pidananya juga jalan," ujar Budi.
AKBP PN adalah anggota Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Awal 2015 lalu, ia ditangkap Profesi dan Pengamanan Polri lantaran diduga menerima uang dari pelaku tindak kejahatan narkotika. Uang itu diduga sebagai 'pelicin' agar pengusutan suatu perkara dihentikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.