JAKARTA, KOMPAS.com - Perkara dugaan pemerasan yang dilakukan anggota Direktorat Tindak Pidana Narkotika Badan Reserse Kriminal Polri AKBP PN terhadap orang yang diduga bandar narkoba, belum juga diungkap jelas ke publik. Polri pun dianggap tidak transparan dan terkesan menutup-nutupi aib anak buahnya tersebut.
Sejak kasus itu mencuat Mei 2015, hingga saat ini belum ada satu pun pejabat di lingkungan Mabes Polri yang menjelaskan secara detail mengenai kronologi tindak pidana AKBP PN. Padahal, dalam kurun waktu yang sama itu pula, PN dikabarkan ditangkap personel Pengamanan Internal (Paminal) dan langsung diproses di Divisi Profesi Pengamanan Polri.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, lamanya penyidikan dan tidak terbukanya pejabat Polri terhadap anggotanya yang diduga terlibat tindak pidana dapat menimbulkan bermacam-macam dugaan. Misalnya, melindungi oknum Polri lain selain pelaku utama.
"Keterlibatan secara luas kasus narkotika itu sangat mungkin terjadi. Sebab, di samping itu adalah extra ordinary crime, narkotika juga organized crime atau corporate crime, di mana pelaku biasa menyusupkan agennya ke oknum-oknum aparat untuk memuluskan kejahatan," ujar Bambang saat dihubungi Kamis (18/6/2015).
Mengenai kelanjutan kasus ini, Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Ahmad Wiyagus mengatakan, berkas AKBP PN sudah diterima untuk ditindaklanjuti. "Sudah masuk ke kita, sudah masuk untuk penyidikan," kata Wiyagus, Kamis (18/6/2015).
Meski begitu hingga saat ini AKBP PN masih berstatus sebagai saksi. "Belum tersangka," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso memastikan bahwa yang bersangkutan akan dipecat dari korps Bhayangkara melalui sidang kode etik.
"Dia petugas, tapi memanfaatkan tugas itu untuk melakukan penyimpangan, kepentingan pribadi. Secara pidana kita serahkan kepada hakim, tapi dia bisa dipecat dari kepolisian," kata Budi Waseso ketika itu, Senin (11/5/2015).
Berkaca pada kasus silam
Kasus ini seperti berkaca pada kasus AKBP Murjoko pada 2014 silam. Masih segar di ingatan publik mengenai AKBP Murjoko yang menerima suap lebih dari Rp 6,5 miliar dari terduga pelaku judi online berinisial AD dan T.
Tiga orang anak buah Murjoko juga terlibat dalam perkara tersebut. Mereka menerima imbalan atas pembukaan blokir 18 rekening judi online. Dalam kasus tersebut, pejabat Polri di Polda Jabar, atasan Murjoko, demikian terbuka soal informasi perkara. Beberapa kali, mereka sampai mengadakan konferensi pers untuk melaporkan perkembangan perkara.
Bambang Widodo Umar pun berharap Polri lebih transparan lagi soal perkara yang menyangkut anggotanya sendiri. Selain itu, Bambang berharap Polri bisa mengungkap kemungkinan keterlibatan anggota Polri lain, termasuk perwira tingginya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.