Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut JK, Pemerintah Belum Putuskan Sikap Resmi soal Revisi UU KPK

Kompas.com - 24/06/2015, 13:07 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Pemerintah belum memutuskan sikap resmi terkait rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pemerintah belum merumuskan masukannya atas revisi UU KPK yang diputuskan DPR masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015.

"Saya dari Presiden sendiri kan belum. Kalau pemerintah, berarti harus ditandatangani usulannya dengan surat Presiden, tapi kan belum. Belum, kan baru masuk acara legislasi kan," kata Kalla di Jakarta, Rabu (24/6/2015).

Kalla mengatakan bahwa setiap RUU yang diajukan harus dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR. (baca: TII: Publik Menunggu Konsistensi Jokowi Tolak Revisi UU KPK)

Sebelumnya, Kalla menilai bahwa revisi UU KPK perlu dilakukan. Menurut dia, revisi yang mengarah pada perbaikan diperlukan guna menyesaikan produk hukum dengan perkembangan zaman. (Baca: Kalla: Revisi UU Bukan Berarti untuk Memperlemah KPK)

Menurut JK, suatu kewenangan harus dibatasi. Tidak ada kekuatan suatu lembaga yang mutlak tanpa dibatasi aturan. (Baca: Wapres Jusuf Kalla Nilai Kewenangan KPK Harus Dibatasi)

Sebaliknya, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan bahwa pemerintah tidak ingin UU KPK direvisi. Pratikno menyampaikan bahwa revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR. (Baca: Mensesneg: Revisi UU KPK Usulan DPR, Pemerintah Enggak Bisa "Ngapa-ngapain")

Adapin revisi atas UU KPK akhirnya diputuskan masuk ke dalam Prolegnas 2015 dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa (23/6/2015).

Ketua Badan Legislasi DPR Sareh Wiyono mengatakan bahwa pada 16 Mei 2015, Baleg telah melakukan rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Rapat itu menyepakati sejumlah RUU yang masuk ke dalam prolegnas prioritas, salah satunya RUU KPK.

Ia menyebutkan, semula Baleg tidak setuju memasukkan RUU KPK ke dalam Prolegnas Prioritas 2015. Namun, dalam pertemuan dengan pemerintah, Menkumham berkomitmen melakukan perubahan terhadap UU tersebut dengan empat alasan kegentingan.

Alasan itu terkait wewenang penyadapan, sinergi wewenang penuntutan antara KPK dan Kejaksaan, pembentukan dewan pengawas untuk pengaturan pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan, dan penguatan pengaturan kolektif kolegial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com