Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Populis Terjepit Oligarki

Kompas.com - 09/06/2015, 15:19 WIB

 

Yang pertama, tantangan bidang fiskal. Dana belanja publik yang tersedia untuk infrastruktur dan program-program sosial sangat terbatas mengingat sebagian besar, lebih dari 70 persen, pembelanjaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah belanja rutin pegawai. Sementara, kemampuan negara mengonsolidasikan dan memperluas basis pendapatan sangat terbatas.

Problem kedua, bagaimana Jokowi berkompromi dengan kepentingan-kepentingan aparat negara, termasuk para pejabat di lembaga yudikatif, yang hidup dengan budaya birokrasi lama. Tampak kesan mereka enggan beradaptasi terhadap usaha-usaha yang mengarah pada pembentukan pemerintahan transparan dan bertanggung jawab.

Tantangan ketiga datang dari kepentingan pebisnis dan politisi yang mendukung sistem oligarki yang berkelindan dengan pemerintahan. Fenomena ini akan menghalangi berbagai upaya mendorong reformasi, termasuk di parlemen.

Oligarki dapat diartikan sebagai bentuk struktur kekuasaan dengan pemegang kekuasaan efektif berada pada segelintir orang. Dalam konteks Indonesia, oligarki dalam diskusi ini mengacu pada aliansi politik-birokratis dan bisnis yang menggabungkan kepentingan bagian teratas dari birokrasi negara, partai politik dan pebisnis beserta keluarga mereka. Aliansi ini terbentuk sejak Orde Baru dan terstruktur dan bertahan hingga saat ini.

Dilema Jokowi

Dilema Jokowi adalah ketika dia mampu menggalang banyak dukungan saat pemilu, tetapi pada sisi lain juga harus mengoperasikan mesin politik itu di tengah kepentingan-kepentingan lama yang masih dominan, berikut basis kelembagaannya. Singkat kata, dia hadir di pusat kekuasaan tanpa kekuatan mayoritas di parlemen dan basis partai yang kuat.

Berbeda dari Thaksin Sinawatra di Thailand, Jokowi tidak punya mesin dan sumber daya politik guna secara efektif memobilisasi basis sosial potensial dari agenda politik populis yang dia sodorkan. Satu kemungkinan dari situasi ini adalah alih-alih menantang atau menandingi oligarki, Jokowi justru besar kemungkinan akan tersedot ke dalam mesin politik oligarki.

Fakta pemberantasan korupsi pada era Jokowi, di mana sempat terjadi ketegangan antara KPK dan Polri, menunjukkan Jokowi harus berkompromi dengan oligarki politik yang sudah lama eksis.

Pada akhirnya, demi mencegah makin tersedotnya Jokowi ke jeratan oligarki, Jokowi perlu memaksimalkan kerja sembari terus mengonsolidasi pemerintahan. Ini konsekuensi dari pemimpin yang meski didukung massa, tetapi tidak memiliki mesin dan sumber daya politik mencukupi.

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juni 2015 dengan judul "Politik Populis Terjepit Oligarki".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com