Ray mengatakan bahwa keberadaan aktivis antikorupsi merupakan aset penting bagi bangsa. Kritik mereka sejak masa reformasi turut membantu agenda penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi. Namun, yang terjadi justru seringkali pemerintah menganggap para aktivis sebagai lawan. Para aktivis dinilai sangat rentan untuk dilemahkan dan dijerat dengan pasal pencemaran nama baik.
"Sangat ironis. Jokowi mampu memberantas mafia migas, membebaskan tahanan politik, tapi membiarkan aktivis antikorupsi dipenjara," kata Ray.
Menurut Ray, Presiden Joko Widodo seharusnya segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini. Jokowi diingatkan agar tidak hanya memperhatikan pembangunan ekonomi dan politik, tetapi juga keadilan hukum dan hak asasi manusia.
Ahli hukum pidana dari Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, pada Kamis (21/5/2015), mengadukan tiga aktivis antikorupsi ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap dirinya.
Ketiga orang tersebut yaitu, Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, dan Said Zainal Abidin, sebagai mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Romli mengatakan bahwa dirinya merasa pernyataan ketiga terlapor di sejumlah media massa telah mencemarkan namanya. Ia turut menyerahkan kliping sejumlah media massa yang mengutip pernyataan ketiga terlapor, yakni harian Kompas, Tempo, dan The Jakarta Post.
Informasi yang dihimpun Kompas.com dari berbagai media massa, Emerson mengatakan bahwa rekam jejak Romli tidak ideal untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK. Adapun Adnan menyebut bahwa integritas dan komitmen Romli dalam pemberantasan korupsi dipertanyakan karena menjadi saksi ahli yang meringankan Budi Gunawan dalam sidang praperadilan.
Sementara itu, media massa mengutip Zainal bahwa Romli pro-koruptor sebab menjadi saksi ahli dalam sidang praperadilan BG. Pendapat Romli dikutip hakim sebagai saksi yang meringankan penggugat.